Sukses

Sekolah Gafatar Tempat Kevin Belajar Banyak Kegiatan Ekskul

Warga mengetahui rumah itu digunakan untuk les gratis. Namun anak-anak warga sekitar tidak pernah ditawari untuk ikut les gratis itu.

Liputan6.com, Yogyakarta - Muhammad Kevin Aprilio (16)--sebelumnya disebut Ahmad, yang hilang bersama ayahnya--diduga ikut serta dalam organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yayasan tempatnya belajar. Maria Resubun, nenek Kevin, mengaku tidak mengetahui jika organisasi itu dilarang di Indonesia. Ia hanya mengetahui sekolah cucunya itu cukup bagus karena banyak kegiatan di luar mata pelajaran.

"Gafatar kita tidak tahu itu. Waktu lihat Kevin sekolah di sana, bagus kelihatannya. Banyak kegiatan sosialnya. Jadi tidak cuma belajar saja," kata Maria di rumahnya, Yogyakarta, Minggu, 10 Januari 2016.

Keluarga baru bertanya-tanya tentang Gafatar setelah mengetahui Kevin meninggalkan surat yang ditujukan kepada pengurus organisasi itu. Keluarga mulai mencari seluk beluk organisasi itu dan mendapati aturan pemerintah yang melarang Gafatar dalam surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Nomor 220/3657/D/III/2012 tertanggal 20 November 2012.

"Pamannya Kevin itu kemudian cari informasi di internet. Setelah itu, kita baru tahu kalau organisasi Gafatar dilarang oleh pemerintah. Padahal kita tahu, ayah Kevin itu pengurus Gafatar," tutur Maria.


Ia berharap agar cucunya itu dapat segera ditemukan dengan selamat agar Kevin dapat beraktivitas seperti sedia kala dan berkumpul dengan keluarga.

"Kalau ayahnya biar saja, yang penting cucu saya ditemukan dan dibawa pulang ke sini," ujar dia.

Sementara itu, Sekolah Berbasis Rumah (SBR) Gafatar yang berada di Dusun Ngadisoka RT 02/ RW 01, Purwomartani Kalasan, Sleman, sudah kosong. Menurut Ponijo, salah satu warga, penghuni rumah itu sudah seminggu lalu pergi. Padahal, rumah itu sebelumnya ramai didatangi anak-anak seusia SD dan SMP sejak pagi hingga siang hari.

"Sudah kosong, Mas. Ya sekitar satu mingguan lalu perginya. Mungkin kontraknya habis," ujar Ponijo.

Warga mengetahui rumah itu digunakan untuk les gratis. Anak-anak juga diajarkan menanam sayuran di pinggir dusun. Namun, anak-anak warga sekitar tidak pernah ditawari untuk ikut les gratis itu. Selain itu, anak-anak yang bersekolah di rumah tersebut juga tidak pernah membeli jajanan di warung milik warga sekitar. Hal itu membuat warga penasaran dengan aktivitas mereka.

"Katanya untuk les gratis. Ada yang diantar ada yang berangkat sendiri, lalu siang jam 2-an itu anak-anak pulang. Tapi kalau gratis, kenapa anak-anak warga sini tidak diminta ikut? Itu kan aneh. Yang datang itu justru dari anak-anak luar sini," kata Ponijan.**