Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) bikin resah. Sejumlah orang dikabarkan menghilang dan direkrut organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut.
Mereka juga diduga mempengaruhi para pengikutnya dengan ajaran yang melenceng dari perintah agama. Seperti yang terjadi pada Silvi Nur Fitria, mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah.
Menurut kakak Silvi, Fikri Hermawan, adiknya yang hilang sejak 6 Desember 2015 perlahan mulai berubah. Gadis itu sudah tidak mau salat, puasa, bahkan melepaskan jilbabnya.
Dia menduga adiknya ikut organisasi Gafatar. Terlebih sang pacar juga masuk dalam kelompok itu. "Terakhir pas puasa, tidak mau puasa, dan katanya jika keluarga tidak mendukung, maka dirinya pergi," tutur Fikri di Mapolda DIY, Senin 11 Januari 2016.
Baca Juga
Lalu apa sebenarnya Gafatar yang bikin resah ini?
Ormas yang dilambangkan dengan gambar matahari bersinar itu dideklarasikan pada 21 Januari 2012. Organisasi ini diketuai oleh Mahful T Tumanurung dan bergerak di bidang sosial serta fokus terhadap isu ketahanan pangan.
Dalam website-nya, Gafatar.org yang dikutip Liputan6.com, Selasa (12/1/2016), terlihat salah satu aktivitas mereka adalah donor darah dan pemeriksaan gratis. Gafatar bergerak ibarat partai politik.
Susunan kepengurusannya bahkan memiliki dewan pimpinan daerah alias DPD. Sejak akhir Desember 2013, Gafatar mengklaim memiliki 34 DPD.
Aliran Sesat?
Gafatar ternyata didirikan oleh orang dari komunitas Millah Abraham yang juga penjelmaan dari Al Qiyadah al Islamiyah pimpinan Ahmad Musadeq -- pria yang mengaku dirinya sebagai Nabi yang pernah dinyatakan sebagai aliran sesat.
Gafatar dinyatakan sesat oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Utara.
Dikabarkan, pemerintah juga telah melarang organsasi Gafatar dengan menerbitkan surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 220/3657/D/III/2012 tanggal 20 November 2012. Hingga organisasi itu berganti nama menjadi Negara Karunia Tuhan Semesta Alam.
Saat ini Gafatar dipimpin oleh Mahful Muis Tumanurung. Dia menjabat sebagai Ketua Umum DPP Gafatar yang telah memimpin sejak organisasi ini didirikan pada 14 Agustus 2011 dan dideklarasikan pada 21 Januari 2012.
Disebutkan, dia pernah menjadi Ketua Al Qiyadah al Islamiyah wilayah Sulawesi Selatan. Dia dan pengikutnya juga pernah ditangkap pada 2007.
Mereka mengklaim, Gafatar berdiri untuk menjawab segala permasalahan bangsa. Mereka menilai, negeri ini belum sepenuhnya lepas dari penjajahan. Sudah 67 tahun lebih merdeka, namun belum mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya.
"Tak dapat dipungkiri, bahwa bangsa Indonesia belum juga bisa merdeka seutuhnya dari sistem penjajahan neokolonialis dan neoimperialis, sehingga kekayaan bangsa ini terus-menerus diperas oleh negara-negara penjajah dan secara tidak sadar telah menjadikan bangsa asing sebagai tuan di negeri kita sendiri," seperti Liputan6.com kutip dari website Gafatar.
"Gerakan ini semakin niscaya dalam rangka upaya memperkuat paham kebangsaan kita dan sekaligus memberi solusi atas sebuah ketidakpastian, ke mana biduk peradaban bangsa ini akan berlayar di tengah lautan dunia yang penuh tantangan dan multikrisis?"
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan menyatakan, kelompok Gafatar berbahaya. Meski belum ditemukan adanya deteksi ancaman teror dari kelompok ini, Anton mengatakan Gafatar berbahaya dalam hal menyebarluaskan ideologinya yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
"Makanya saya bilang kelompok ini bahaya, makanya dilarang MUI. Salah satu gerakan mengatasnamakan agama tetapi tidak sesuai agama itu berbahaya; bukan menyerang fisik, tetapi ideologi. Mereka (Gafatar) mengaku Islam, tapi tidak salat, puasa, tidak naik haji, bahaya dari sisi ideologis," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Anton menduga, kelompok ini menyasar kalangan muda untuk mengikuti ajarannya. Ia mencontohkan, munculnya kasus dokter Rica yang hilang lantaran mengikuti ajaran kelompok Gafatar.
Advertisement
Tuhan Disebut 'Tuan'
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, sebelumnya melakukan kajian dan pertimbangan terhadap rencana masuknya organisasi Gafatar ke daerah ini.
"Organisasi ini memang sudah mengirimkan surat untuk melakukan pertemuan bersama dengan MUI dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) dan pihak terkait lainnya di Kota Mataram, namun sejauh ini kami belum bisa memberikan jawaban," kata Ketua MUI Kota Mataram TGH Muhtar di Mataram, Sabtu 14 Maret 2015.
Menurut dia, belum adanya jawaban yang pasti untuk melakukan pertemuan dengan organisasi baru itu bukan karena MUI dan pemerintah kota tidak mau melakukan pertemuan. Tetapi karena akan melakukan kajian serta mencari tahu asal dan visi misi dari organisasi masyarakat itu terlebih dahulu.
"Sebelum kita bertemu tentu kita harus memiliki pengetahuan tentang organisasi masyarakat itu seperti apa. Yang kita ketahui organisasi ini merupakan organisasi keagamaan, tetapi menyebut Tuhan dengan kata 'Tuan'. Jadi hal ini harus dipastikan dulu," ujar dia.
Apalagi, beberapa daerah seperti di Gorontalo dan Kabupaten Sumbawa Barat menolak keberadaan Gafatar kendati sudah mendapatkan izin operasional dari Kementerian Hukum dan HAM.
Mereka yang Hilang
Di antara mereka yang diduga hilang karena bergabung dengan Gafatar adalah pelajar kelas 1 SMA,
Muhammad Kevin Aprilio (16)--sebelumnya disebut Ahmad. Ia menghilang sejak pergi dari rumah pada 26 November 2015 lalu.
Maria Resubun, nenek Kevin, mengatakan saat itu cucunya ingin menjenguk kakeknya di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang sedang sakit. Ia tidak curiga karena Kevin pergi bersama ayahnya, Sanggar Yamin. Namun, sehari kemudian nomor telepon Kevin sudah tidak bisa dihubungi.
Maria mengatakan, Kevin yang tingal di Jetis, Sinduadi, Sleman, meninggalkan sepucuk surat. Namun, surat tersebut bukan ditujukan untuk sang ibu, Olivia Sandra Yunita, melainkan ditujukan kepada pengurus Ormas Gafatar di Yogyakarta.
"Inti suratnya menjelaskan kalau bergabung dengan Gafatar tapi tidak dengan ibunya, hanya dengan ayahnya," tutur Maria.
Tak cuma pelajar, dokter pun ikut Gafatar. Dokter Rica dilaporkan hilang oleh suaminya, Aditya Akbar Wicaksono, karena nomor teleponnya tidak bisa dihubungi. Sejak 30 Desember 2015, dokter asal Lampung, Rica Tri Handayani, pergi bersama anaknya tanpa sepengetahuan sang suami.
Sebelum pergi, Rica sempat berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk berjuang di jalan Allah. Ia juga menitipkan surat pada Aditya yang berisi permohonan maaf karena tidak bisa bertemu langsung. Rica juga menyampaikan telah banyak bencana karena sifat umat Islam yang tidak lagi sesuai akidah.
Polisi menduga perempuan asal Lampung itu sudah merencanakan kepergian ini jauh-jauh hari. Hal itu terlihat dari isi surat yang cukup panjang. Dalam surat itu juga disertai dengan rincian keuangan. Namun, Rica menyatakan kepergiannya tidak terkait ISIS.
Minggu malam 10 Januari 2016, dia ditemukan. Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan dokter Rica di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, bersama putranya, Zafran Alif Wicaksono.
Advertisement
'Markas' Gafatar
Liputan6.com menyambangi kantor Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gafatar di Jalan Ciputat Raya No 264, Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Gafatar diketahui mengontrak sebuah bangunan bercat putih.
Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, kantor itu telah kosong sejak akhir Oktober 2015. Darto (43), penjaga kontrakan tersebut menyebutkan organisasi itu mulai mengontrak sekitar 2 tahun yang lalu.
Saat ini, ruangan tersebut kosong. Tak ada satu pun tanda-tanda bahwa pernah ditempati oleh Gafatar. Sebelumnya, menurut warga yang tinggal di sekitar, Sekretariat Gafatar itu ramai oleh kehadiran orang-orang.
Seperti disampaikan petugas keamanan pada sebuah taman kanak-kanak yang berada di samping bekas Sekretariat Gafatar, Adam Rahmat.
"Oh itu, yang pakai baju kayak partai itu ya. Memang ramai, Mas, tapi biasanya sore dan jelang malam saja," ujar Adam.
Menurut Adam, tempat itu sudah lama kosong. Namun, menurut dia, tak ada yang mencurigakan dari aktivitas para penghuni bangunan itu.
"Nggak ada yang berjilbab atau yang pakai peci, Mas. Mereka biasa-biasa aja. Saya kira itu kegiatan partai, sebab mereka rajin kayak rapat-rapat gitu," lanjut Adam.