Liputan6.com, Jakarta - Sebut saja namanya Sri. Wanita muda berusia sekitar 20 tahunan itu tengah bekerja seperti biasa, Kamis 14 Januari pagi. Waktu belum tepat pukul 11.00 WIB kala itu.
Sri mondar-mandir melayani customer di dalam sebuah restoran cepat saji, tepat di sebelah kiri kedai kopi di Menara Cakrawala, Thamrin, Jakarta Pusat -- dekat lokasi teror Jakarta. Ia membereskan piring-piring kotor di meja, mengambil buku menu makanan untuk tamu yang datang atau menyajikan makanan yang dipesan ke atas meja tamu.
Tak ada yang aneh saat itu. Lalu lintas di Jalan Wahid Hasyim pun seperti biasa. Macet. Orang-orang hanya silih berganti keluar masuk restoran tempatnya bekerja. Tak begitu ramai yang makan di situ karena memang belum masuk jadwal makan siang.
Advertisement
Keheningan pecah sekitar 5 menit, sebelum jarum jam menunjuk angka 10.45 WIB, saat suara 'boom' terdengar. Dentuman yang begitu keras itu memekakkan telinga. Lantai yang dipijak Sri sampai bergetar.
Ia tak tahu dari arah mana atau sumber ledakan itu. Ia bingung. Apalagi teriakan di mana-mana. Satu yang ia lakukan saat itu, berlari keluar restoran tanpa pikir panjang.
"Langsung lari saya keluar. Keluar ke sana (ke arah Sabang)," ujar Sri sambil menunjuk ke jalan itu, Jumat (15/1/2016).
Wanita berparas manis itu juga masih bingung dengan ledakan itu. Tak tahu sebetulnya itu adalah ledakan pertama dari sebuah rentetan ledakan berikutnya dan penembakan oleh pelaku terduga teroris.
Yang dirasakanya tentu shock. Ia menangis setelahnya. Mencoba menghubungi keluarganya pun bingung. Sebab, ponsel dan kunci motor ditinggal di loker karyawan restoran. Hanya baju kerja dan serbet yang melekat di badannya yang ia bawa saat menyelamatkan diri.
Baca Juga
Yang ia tahu, kedai kopi di sebelah restoran hancur lebur. Pecahan kaca berserakan ke arah luar kedai. Kepulan asap keluar dari kedai kopi yang digandrungi khalayak untuk bersantai sambil menyeruput kopi tersebut.
Tapi tak sampai situ. Hanya hitungan menit, Sri mendengar lagi suara ledakan. Kali ini berasal dari pos polisi lalu lintas di seberang Mal Sarinah.
Penasaran, ia bersama masyarakat menyempatkan diri ke arah pospol yang berada di tengah perempatan Jalan MH Thamrin-Jalan Wahid Hasyim tersebut. Ia melihat 3 orang tergeletak di atas aspal samping pospol itu.
Mereka terlihat terluka parah dan berlumuran darah. Di sela kebingungan dan kepanikan itu, terdengar letusan tembakan. Rupanya itu berasal dari 2 orang pelaku terduga teroris.
"Persis ciri-cirinya kaya yang di foto-foto yang beredar," kata dia.
Warga yang tengah berkerumun di dekat pospol itu mulai berhamburan ke segala arah. Semua sibuk menyelamatkan diri, termasuk Sri yang berlari ke arah Sabang. Dia menyaksikan langsung adegan baku tembak bak di film action dari jarak yang 'aman', yakni di sekitar perempatan Jalan Wahid Hasyim-Jalan Agus Salim.
Baru ia mengetahui, rentetan peristiwa itu adalah aksi teror. Terutama, setelah satu per satu polisi tiba di sana dan mengejar 2 pelaku yang berlari ke arah halaman parkir kedai kopi tersebut. Dalam waktu singkat, puluhan polisi mengepung pelaku. Saling balas tembakan terjadi.
Di sela baku tembak itu, kembali terdengar ledakan dalam skala kecil. Tak sekali dua kali, tapi lebih.
"Ada ledakan lagi pas lagi baku tembak. 3 apa 4 kali begitu, tapi enggak sebesar yang pertama dan kedua," ucapnya.
Adegan itu selesai beberapa menit kemudian. Tapi, petugas kepolisian yang mengamankan lokasi dari radius ratusan meter itu melarang siapa pun yang mendekat. Alasannya cuma 1, dikhawatirkan masih ada bahan peledak atau pelaku teror yang 'bersembunyi' di antara warga dan karyawan yang masih berada di dalam Gedung Menara Cakrawala.
"Hampir 3 jam belum boleh masuk," kata dia.
Sekitar pukul 15.00 WIB, para karyawan yang bekerja di tenant-tenant Menara Cakrawala baru bisa masuk ke dalam untuk ambil barang-barangnya. Namun, mereka tak diperbolehkan pulang begitu saja. Sri bersama rekan-rekannya diperiksa terlebih dulu oleh petugas kepolisian.
"Semuanya diperiksa. Satu-satu dicek barang-barang yang kita bawa. Kita juga didata identitas masing-masing," kata Sri.
Baru setelah itu ia pulang ke rumah. Tempat yang lebih aman setidaknya dari rentetan peristiwa yang mencengangkan yang baru saja ia alami dalam jarak yang sangat dekat.
"Benar-benar enggak nyangka. (Bom) meledak di sebelah tempat saya lagi kerja," ucap Sri seraya bersyukur tak mengalami luka apa-apa.