Sukses

Aksi Sang Insinyur Perkapalan Halau Teror Jakarta

Dikenal sebagai perwira menengah di Polairud, Untung Sangaji yang pernah tergabung dalam Kopassus merupakan Insinyur Perkapalan.

Liputan6.com, Jakarta - Diakhir tahun 1995, Achmad Untung Sangaji yang sudah menjalani profesinya sebagai Insiyur Perkapalan di Belanda memilih kembali pulang ke Indonesia. Gaji 45 ribu gulden tiap bulan ia tinggalkan demi untuk mengabdi menjadi polisi.  

Tentunya hal itu bukan pilihan yang mudah. Mengingat gaji sebagai insinyur di negeri kincir angin yang besar dan kehidupan yang layak sudah ia dapatkan. Tapi Untung, tetap membulatkan tekad untuk pulang dan mengabdikan hidupnya untuk korps Bhayangkara.

"Sebelum jadi Insinyur saya di Kopassus. Lalu saya bekerja di Belanda dan 95 kembali ke Indonesia," ujar Untung kepada Liputan6.com.

Sejumlah divisi di Kepolisian-pun mulai ditapaki Untung. Salahsatunya unit Jatanras (Kejahatan dan Kekerasan) Polda Metro jaya yang kerjanya menangkap bandit-bandit di Jakarta. Untung juga pernah bertugas di Satgas Bom (sebelum Densus 88).

Saat ini AKBP Untung Sangaji menjabat sebagai Perwira Menengah (Pamen) Pusdik Polair. Sebelumnya Ia juga pernah menjadi anggota Bareskrim Polri.

Sejumlah pelatihan kemiliteran pernah dienyam pria yang lama menjadi Instruktur Scuba PADI itu. Diantaranya, pelatihan intelejen di Inggris, Pelatihan Special Force di Amerika Serikat, Comando hingga PARA dan Tactical Tempur.

Untung yang mengaku hobi menembak ini juga pernah menjalani sejumlah operasi penangkapan teroris di sejumlah daerah, mulai dari Solo, Poso, Papua sampai Aceh.

"Aceh yang saya pikir paling berat. Mereka (teroris) lebih paham daerahnya karena mereka hidup disana di banding kita. Amunisi dan senjata mereka lebih bagus," tutur Untung.

Namun, berkat keyakinan dan persiapan yang baik, operasi itu akhirnya berhasil. Meskipun, Untung mengaku sempat merasakan timah panas dari teroris tapi pistol itu masih bisa direbut dirinya.     

"Ya pistol ini dulu saya rebut saat operasi di Aceh. Ini seperti harta rampasan perang. Dan saat ini dokumennya sudah saya urus," papar pria yang menguasai terjun payung ini.

AKBP Untung Sangaji saat menunjukkan senjata yang digunakan untuk melumpuhan pelaku teror Sarinah (14/1) lalu, Jakarta, Sabtu (16/1/2016). Untung melumpuhkan dua pelaku bom di depan Starbucks Coffee, Sarinah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sang Pencabut Nyawa


Untung bersama temannya Ipda Tamat Suryani sukses melumpuhkan 2 dari 5 pelaku teror bom Jakarta di Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada Kamis 14 Januari 2016.

Untung mengaku menjalankan aksinya tersebut secara situasional. Karena itu, aksi baku tembak dilakukannya tanpa mengenakan rompi anti peluru. Ia hanya mengandalkan pistol jenis FN dengan 5 magasin (tabung peluru) yang dibawa kala itu.

"Saya bawa 5 magasin. Yang saya gunakan 3, sisa dua magasin," ucap  Untung.

Ia pun menunjukkan pistol jenis FN yang digunakannya menembak 2 pelaku teror. Pistol itu berwarna hitam dan terdapat gambar tengkorak di bagian gagangnya. Gambar tengkorak ini memiliki arti dan makna tersendiri bagi Untung.

"Di sini ada simbol tengkorak yang artinya berbuat baiklah kamu sebelum kematian menjemput kamu," ujar perwira dari Polair itu.

Selain gambar tengkorak, terdapat simbol pencabut nyawa. Simbol itu mempunyai arti bahwa dirinya tanpa ragu akan memberantas kejahatan dan melumpuhkan setiap pelaku kejahatan dengan senjata yang dimilikinya. ‎

"Yang kedua di sini pencabut nyawa, artinya siap dan jangan ragu-ragu berantas kejahatan," ucap Untung.

Rekannya Ipda Tamat juga menunjukkan pistol yang digunakan untuk melumpuhkan 2 pelaku teror. Berbeda dengan Untung, pistol yang dipakai Tamat berjenis revolver.

"Ini revolver 38, senjata ini jelek, sebenarnya nggak pantas polisi pakai itu," tandas Untung sambil menunjukkan pistol yang dipakai Tamat.

Kendati melakukan aksi yang dianggap heroik, namun Untung menolak jika keberaniannya ini dikatakan sebagai pahlawan. Bagi Untung, hal itu sudah menjadi tugasnya.

"Saya harus berani, buat apa saya digaji masyarakat kalau takut," pungkas Untung.


Micro Uzi dan Steyr

Untung berharap pada Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti agar bisa segera memenuhi permintaan dia dan teman-teman seperjuangannya. Yakni agar segera mengganti persenjataan polisi yang sehari-harinya harus menghadapi tugas berat mengamankan masyarakat.

"Ya, semoga Pak Kapolri bisa segera mengganti persenjataan kita yang sehari-harinya bertugas mengamankan masyarakat dari aksi-aksi terorisme," ujar Untung.

Untung membayangkan, dia dan rekannya bisa mendapatkan senjata seperti Micro Uzi Para, yang digunakan oleh pasukan khusus antiteror di sejumlah negara maju. Terutama di Israel.

Salah satu situs berita yang membicarakan soal senjata itu menyebutkan, kecepatan tembak per menit Pistol Mitralieur Uzi pada tembakan repetir mencapai 60 peluru per menit, sedangkan dengan tembakan beruntun akan mencapai 100 sampai 120 peluru per menit.

Selain Micro Uzi, Untung berharap Kapolri bisa mengganti senjata revolver dengan pistol pabrikan Steyr. Seperti Steyr L-A1 ataupun Steyr M-A1. "Sekarang senjata kita cuman revolver 38. Untuk ukuran taktical, senjata ini jelek, sebenarnya nggak pantas polisi pakai itu," tandas Untung.

Ipda Tamat Suryani saat menunjukkan senjata yang digunakan untuk melumpuhan pelaku teror Sarinah (14/1) lalu, Jakarta, Sabtu (16/1/2016). Tamat bersama Untung berhasil melumpuhkan pelaku teror Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Rekan Tamat

Selain AKBP Untung Sangaji, ada 1 nama lain yang juga punya andil besar melumpuhkan pelaku teror bom Jakarta di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Kamis 14 Januari lalu.

Ia adalah Ipda Tamat Suryani, anggota ‎Polairud dan diperbantukan di Densus 88 sejak 3 bulan lalu‎. Dia turut baku tembak bersama AKBP Untung dan Kombes Urip Widodo dengan 2 pelaku teror saat itu.

Tamat mengaku tidak menyangka aksi baku tembak terjadi saat dirinya tengah bersantai di sebuah kedai kopi di kawasan Sarinah.

Duarrr!!!... Suara ledakan tiba-tiba mengagetkan dirinya yang sedang bersantai dengan 2 seniornya di kepolisian, AKBP Untung sangaji dan Kombes Urip Widodo.

Tamat, Untung dan Urip pun segera bergerak, berlari ke arah suara ledakan. Tak disangka suara itu ternyata ledakan bom di pos polisi yang berada tepat di persimpangan Sarinah. Kondisi pos polisi tersebut berantakan dan tampak beberapa orang terbujur dengan luka bakar cukup serius.

Ia bersama AKBP Untung sempat berupaya menolong korban di pos polisi tersebut. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi suara tembakan. Sumber suara ternyata berasal dari 2 orang berbaju kaos yang ternyata adalah pelaku teror.

Aksi baku tembak pun terjadi. Pelaku menurut Tamat, saat itu terlihat membawa senjata jenis pistol dan berjalan ke arah kedai kopi Starbucks.

Karena‎ situasi yang harus mewajibkan seperti itu, situasinya ada sipil bersenjata tampak ke arah massa dan menembak ke berbagai penjuru. Setelah menembak massa berhamburan, pelaku lari ke arah halaman Starbucks," ujar Tamat di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/1/2016).
‎
2 Pelaku tersebut, salah satunya bertopi hitam, berkaus hitam, bercelana jeans dan menggendong ransel yang disebut oleh AKBP Untung membawa bom dengan ledak besar. Belakangan diketahui, sosok tersebut bernama Afif.

"Ia membawa bom di dalam ransel itu," ucap dia.

Aksi heroik polisi menghadapi teroris mendapat komentar positif hingga polisi masih enggan buka identitas pelaku teror Thamrin.

Tembakan Untung dan Tamat ke arah 2 pelaku teror mendapat balasan berupa tembakan dan lemparan granat. Dalam kondisi itu, ia pasrah dan berdoa agar dirinya dan AKBP Untung tidak terkena tembakan.

"Ya tentu saya saat itu berdoa memohon rida Allah," kata dia. ‎
‎
Mereka pun kemudian berlindung di balik sebuah mobil. Mendapatkan serangan, Untung dan Tamat menyusun strategi. AKBP Untung menjadi komando dalam 'operasi' tersebut. Ia meminta Tamat menembakkan ke arah kaki dan memberi tembakan perlindungan. Sementara Untung menyasar ke arah dada dan tangan teroris.
‎
"Dalam ‎kondisi seperti itu, saya harus punya feeling untuk bertindak tepat dan cepat untuk melumpuhkan itu," kata dia.

Setelah menembak beberapa kali, 2 pelaku itu diketahui tewas. Ia bersama AKBP Untung pun berupaya mendekat ke arah kedua pelaku dan memastikan bahwa bom yang dibawa 2 pelaku tidak ada yang meledak.

Ia pun bersyukur dapat menjalankan tugas dengan baik. Menurut Tamat, dalam situasi apa pun dirinya dituntut harus siap berhadapan, termasuk dalam situasi membahayakan seperti tragedi teror Jakarta.

"Ya tentu itu panggilan sebagai perwira, tentunya kita maju juga dengan memohon rida Allah," pungkas perwira yang pernah lama ‎bertugas di satuan reserse kriminal itu.