Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat dengan tingkat stres tinggi di kota-kota besar, dinilai menjadi sasaran potensial penyebar paham radikalisme.
"Gerakan radikal umumnya muncul di kota-kota besar, karena orangnya stres akibat aktivitas kerja, kemacetan lalu-lintas dan faktor lain," kata Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata, seperti dilansir Antara, Minggu (17/1/2016).
Di antara iming-iming yang lumrah ditawarkan agar masuk ke kelompok radikalisme, kata Abuddin, adalah peningkatan status dan ekonomi masyarakatnya.
Baca Juga
"Problem politik dan ekonomi di kota besar lebih mudah dijual dalam masyarakat seperti itu. Kemudian agama hanya dijadikan alat untuk melegitimasi, seolah kekeliruan itu dibenarkan oleh ajaran agama," ujar dia.
Adapun di antara modus dari kaum radikal, lanjut Abuddin, adalah mengambil alih Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di lingkungan masyarakat.
"Dakwah masih banyak yang menyampaikan kekerasan, seperti masjid dikuasai komunitas radikal," kata dia.
Menurut Abuddin, aksi teror dari kalangan radikalisme sulit dideteksi dini, karena pergerakannya tertutup.