Liputan6.com, Cilacap - Seorang narapidana kasus terorisme yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kembang Kuning Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, diciduk Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Dia dicokok pada Senin 18 Januari 2016.
Narapidana bernama Syaiful Anam alias Mujadid alias Brekele alias Idris alias Joko diduga memegang peranan dalam aksi teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis 14 Januari 2016.
"Benar, Densus 88 telah membawa napi kasus terorisme yang mendekam di LP Kembang Kuning ke Jakarta," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jawa Tengah, Molyanto, Kamis (20/1/2016).
Syaiful merupakan pelaku bom di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah diduga melakukan komunikasi dan ikut mendanai aksi teror di Sarinah Jalan MH Thamrin, Jakarta. Densus 88 Antiteror yang terdiri dari 15 personel mendatangi blok khusus yang dihuni Syaiful Anam sekitar pukul 13.45 WIB.
Penggeledehan dilakukan hampir 2 jam hingga pukul 15.39 WIB. Sekitar pukul 16.00 WIB, tim Densus 88 kemudian meninggalkan LP dengan membawa Syaiful.
Baca Juga
Temukan HP
Pada penggeledahan itu, Densus 88 menemukan telepon genggam dan penguat sinyal. Telepon genggam itu diduga milik Syaiful.
Padahal, kata Molyanto, petugas LP kerap melakukan razia. "Tetapi ternyata masih lolos juga, ada telepon seluler. Karena itu, kami minta petugas LP untuk meningkatkan patroli dan razia," jelas dia.
Menurut dia, saat ini pihaknya melakukan peningkatan pengamanan di sejumlah LP yang ada di Pulau Nusakambangan, khususnya untuk napi teroris. Pengamanan kali ini tidak hanya melibatkan sipir dan petugas pengamanan dalam.
"Sekarang, pengamanan tidak hanya melibatkan pengamanan internal saja, tetapi juga melibatkan anggota kepolisian yang dibantu aparat TNI. Mereka melakukan patroli secara rutin," ujar Molyanto.
Tidak hanya pengamanan dalam LP, pengawasan juga ditingkatkan kepada penjenguk terutama pengunjung napi-napi kasus terorisme. Hal tersebut dilakukan mulai dari pintu masuk Pulau Nusakambangan, Dermaga Penyeberangan Wijayapura.
"Kami tidak bisa melarang atau membatasi kunjungan, karena hal itu terkait dengan HAM. Namun, petugas meningkatkan pengawasan kepada mereka, mulai dari pintu masuk di Dermaga Wijayapura," kata Molyanto.