Sukses

Rano Karno Diperiksa Terkait Kasus Suap Bank Banten

Pemanggilannya terkait keterangan tersangka kasus dugaan korupsi Bank Banten.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Gubernur Banten Rano Karno terkait kasus dugaan suap pembahasan APBD Banten tahun 2016, yang di dalamnya terdapat poin pembentukan Bank Daerah Banten.

Politikus PDIP itu akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka sekaligus Direktur Utama PT Banten Global Development Ricky Tampinongkol.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi RT (Ricky Tampinongkol)," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Tidak ada penjelasan apapun yang disampaikan Rano Karno saat tiba di Gedung KPK. Mengenakan kemeja batik, ia mengatakan, dalam surat pemanggilannya ia akan dimintai keterangan seputar tersangka.

"Masih (diperiksa untuk) Pak Ricky," kata Rano seraya masuk ke Gedung KPK.

Setelah diperiksa sekitar 3 jam, Rano mengatakan, ada 10 pertanyaan yang ditanyakan penyidik KPK. Materinya, sama seperti pemeriksaan sebelumnya.

"Ini sebentar saja, masih seperti kemarin," kata Rano.

Ini merupakan panggilan kedua Rano Karno sebagai saksi. Pada pemeriksaan pertamanya 7 Januari 2016, Rano mengaku telah menyampaikan ke penyidik KPK soal adanya permintaan uang dari sejumlah Anggota DPRD Banten untuk memuluskan pembentukan Bank Banten.

Menurut Rano, atas informasi yang diterimanya dari Ricky tersebut, anggota DPRD Banten meminta uang Rp 10 miliar.

Perkara ini terungkap saat petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan di kawasan Serpong, Banten, pada Selasa 1 Desember 2015. Pada operasi itu, KPK menangkap Wakil Ketua DPRD Banten, SM Hartono, anggota DPRD Banten Tri Satria Santosa, dan Ricky Tampinongkol.

Selain menangkap 3 orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan mendekam di Rutan KPK, petugas juga berhasil mengamankan uang sebesar US$ 11 ribu dan Rp 60 juta yang diduga merupakan uang suap.

Sebagai pihak penerima suap, Tri dan Hartono disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara Ricky yang diduga sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.