Liputan6.com, Jakarta - Edi Darmawan Salihin telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk masa depan anak perempuannya, Wayan Mirna Salihin. Namun, takdir berkata lain. Perempuan cantik berusia 27 tahun itu mengembuskan nafas terakhirnya setelah minum kopi di Olivier Cafe Grand Indonesia.
Kabar tersebut menjadi informasi yang paling dicari pembaca Liputan6.com sepanjang Sabtu 23 Januari 2016. Selain itu, kabar yang tak kalah menarik lainnya datang dari Arab Saudi. Di mana ulama setempat mengharamkan permainan catur. Mengapa demikian?
Berikut ulasannya beserta 3 berita terpopuler yang dihimpun Liputan6.com, Minggu (24/1/2016):
Advertisement
1. Mirna Tak Sempat Nikmati Warisan Ayahnya
Mirna tak sempat menikmati warisan yang sudah disiapkan ayahnya. Padahal setelah sebulan dia menikah, sang ayah telah memberikan salah satu perusahaannya untuk anak kesayangannya itu.
"Dia (Mirna) kerja setiap hari di salah satu perusahaan saya. Saya baru kasih salah satu, sudah kejadian kayak gini," ujar Darmawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 21 Januari 2016.
Edi Darmawan Salihin, ayah Mirna, merupakan pengusaha kurir dokumen internasional dan beberapa perusahaan lainnya yang mempekerjakan ribuan karyawan.
Ia menyesalkan kematian putrinya itu. Menurut dia, putrinya itu memang sedikit keras, tapi cukup disayang teman-temannya.
2. Ulama Arab Saudi 'Haramkan' Catur, Alasannya?
Ulama besar Arab Saudi mengeluarkan pernyataan bahwa permainan sekaligus olahraga catur dilarang.
Dalam sebuah tayangan televisi, ulama Sheikh Abdulaziz al-Sheikh menjelaskan alasannya mengeluarkan fatwa tersebut.
Ia berpendapat, catur termasuk judi serta membuang waktu dan uang. Tidak hanya itu, kata dia, olahraga otak tersebut mengundang permusuhan antara dua pemain.
Syekh Abdulaziz menjelaskan, kegiatan yang membuat candu, berjudi, dan pemujaan dilarang dalam Alquran.
3. Setelah Polisi, Ini Target Teroris Selanjutnya
Setelah polisi, kini tentara diduga menjadi target serangan teroris selanjutnya. Prediksi ini berdasarkan data Pusat Kajian Keamanan Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan analisa pola serangan teror di berbagai belahan dunia, selama puluhan tahun belakangan.
"Kita tak menakut-nakuti atau pun berasumsi asal-asalan. Jika melihat pola serangan teror sejak awal 2000-an, tentara adalah target selanjutnya," ujar Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Profesor Hermawan Sulistyo, dalam sebuah diskusi di Widya Graha LIPI, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Dia menjelaskan, pola tersebut berdasarkan rentetan teror yang pernah terjadi. Mulai dari pelaku, bahan yang digunakan, senjata, hingga target serangan.
"Yang awal itu serangan di tempat terbuka, masih ingatkan bom di lapangan parkir? Lalu targetnya berlanjut ke tempat hiburan dan keramaian, bom Bali," kata Hermawan.
Â