Sukses

2 Fraksi DPR Tolak RUU KPK Masuk Prolegnas 2016

Meski demikian, kata Supratman, penolakan kedua fraksi tersebut belum final karena belum mengambil keputusan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, 2 fraksi DPR, yakni Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty atau pengampunan pajak dan revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016.

"Fraksi Gerindra bersama PKS, terutama di Partai Gerindra, tidak menyetujui adanya UU Tax Amnesty dan UU KPK dimasukkan Prolegnas 2016," kata Supratman dalam rapat bersama Menkumham Yasonna Laoly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 25 Januari 2016.

Menurut dia, alasan fraksinya menolak revisi UU KPK masuk Prolegnas 2016 karena menganggap UU KPK yang lama masih relevan dalam pemberantasan korupsi. Meski demikian, penolakan kedua fraksi tersebut belum final karena belum mengambil keputusan.

"Harus disahkan melalui paripurna. Kita lihat nanti pas pengambilan keputusan sikapnya berubah atau tidak," kata dia.

Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengatakan, revisi UU KPK harus segera masuk Prolegnas prioritas 2016 karena usulan revisi UU ini sudah lama.

"Pertama, oleh DPR ke pemerintah, kemudian ganti lagi jadi usulan DPR. Artinya sama-sama sudah siap ke sana revisi terbatas, yakni dewan pengawas, keluarkan SP3, penyidik independen dan  penyadapan," kata Arwani.

2 dari 3 halaman

Keinginan PDIP

‎Anggota Baleg DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo mengatakan, fraksinya mengusulkan prolegnas prioritas 2016 menjadi 41 RUU. Sebab, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) juga harus masuk.

"UU Pemda sudah disahkan tahun lalu. Maka semestinya sejak UU Pemda terbit diikuti UU 33 Tahun 2004 tentang perimbangan pusat dan daerah," kata Arif.

Anggota Komisi II DPR ini mengingatkan pemerintah, UU Pemda sudah disahkan dan direvisi pada tahun lalu yang menghasilkan kewenangan kabupaten/kota ditarik pemerintah pusat. ‎

Selain itu, saat ini juga sudah ada UU Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap kepegawaian yang lebih dimensi serta tidak lagi mengikuti sistem otonomi daerah (otda).

"Ini upaya kita juga mendorong agar ASN relatif terhindar dari kuasa politik, lebih netral. Begitu juga dengan UU Desa, UU Adminduk, di mana kewenangan menjadi di pusat," ujar Arif.

3 dari 3 halaman

Sikap Menkumham

Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan, revisi UU tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah sudah lama dibahas di Panitia Khusus (Pansus) tahun lalu.

"Ini pembahasan lebih utuh, kami segera dan penting karena komitmen pemerintah transfer ke daerah lebih tinggi dan tentunya nanti diikuti perundangan," kata Yasonna.

Pihaknya akan mengkaji penolakan usulan Fraksi Nasdem terhadap revisi UU No 21/2001 tentang Otsus Papua. ‎"Anggaran pemerintah melirik ke timur (Papua). Ini upaya untuk hilangkan ketimpangan regional," ujar dia.

Terkait revisi UU KPK, Menkumham sepakat dilakukan terbatas dan sudah menjadi diskusi dengan berbagai pihak bahwa ini tidak ada upaya untuk memperlemah lembaga antirasuah ini. ‎

"Tidak ada memperlemah, tapi sinergi agar pemberantasan korupsi lebih baik," ucap Yasonna.