Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Randall Cafferty sebagai tersangka kasus dugaan malapraktik chiropractic yang menyebabkan tewasnya Allya Siska Nadya. Terapis chiropractic itu akan menjalani sidang peradilan di negara asalnya, Amerika Serikat.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti membenarkan hal ini. Alasan Randall disidang di negaranya karena tak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Amerika.
"Ya (akan disidang di Amerika Serikat)," kata Krishna saat dikonfirmasi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Menurut Krishna, untuk memastikan Randall menerima sanksi pidana atas kelalaiannya, pihaknya telah mengirimkan hasil gelar perkara internal Ditreskrimum ke Federal Bureau of Investigation (FBI) atau Biro Investigasi Amerika Serikat. Hasil ekspose atau gelar perkara berupa berkas penyidikan yang dikumpulkan penyidik selama 5 bulan terakhir.
"Sekarang mereka (FBI) sedang menelaah data kami. Nanti mereka bisa memberikan informasi ke kami tentang data apa yang kurang, sehingga bisa kami perbaiki," jelas dia.
Krishna dan jajarannya kini sedang menunggu hasil pemeriksaan FBI. Jika ke depan FBI menilai ada kekurangan dalam berkas penyidikan, pihaknya akan mengirimkan penyidik dan saksi-saksi yang diperlukan ke Negeri Paman Sam itu.
"Penyidik saya akan memberikan data tambahan untuk FBI, sehingga hukumannya juga akan maksimal. Kalau kurang, nanti penyidik dan saksi kita hadirkan di sana, kita terbangkan ke Amerika," tutup Krishna.
Advertisement
Baca Juga
Kembali ke Amerika Serikat
Polda Metro Jaya sebelumnya menyatakan, tersangka kasus malapraktik chiropractic dalam kasus tewasnya Allya Sisca Nadya, Randall Cafferty, telah kembali ke negaranya, Amerika Serikat.
Berdasarkan informasi dari FBI yang diterima Polda Metro Jaya, Randall mendarat di Los Angeles pada 22 Desember 2015. FBI membantu melacak keberadaan Randall, yang diduga kini menetap di kota San Diego, Amerika Serikat.
Polisi sebelumnya menjerat Randall dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal 122 huruf a Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Kedua, Pasal 191 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan pidana paling lama penjara 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Ketiga, Pasal 83 dan pasal 84 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika kelalaian berat sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 tersebut mengakibatkan kematian, dipidana penjara paling lama 5 tahun.
Keempat, Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang ancamannya 5 tahun, kemudian dikaitkan dengan Pasal 73 ayat 2 undang-undang yang sama diakumulasikan menjadi Pasal 359 KUHP dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun, atau kurungan selama-lamanya 1 tahun.