Liputan6.com, Jakarta - "Apa salahnya? Sebab, toh kita akan meninggal juga." Kalimat itu adalah jawaban dari presiden kedua RI, Soeharto, ketika masyarakat mulai bertanya soal Astana Giribangun.
Sebelum Soeharto wafat, dia sudah mendengar banyak orang bicara soal Astana Giribangun. Orang-orang itu mulai membicarakan dia dan keluarganya yang belum meninggal, tapi sudah membuat kuburan.
Kisah ini diceritakan jauh sebelum Soeharto meninggal dalam buku Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, terbit tahun 1982.
Padahal menurut Soeharto, kuburan itu dibangun hanya untuk orang-orang yang sudah meninggal seperti ayah mertuanya. Namun menurut dia, tak ada yang salah ketika seseorang menyiapkan kuburannya sendiri. Dengan sendirinya, kata Soeharto, dia pun akan minta dimakamkan di Astana Giribangun bersama keluarga.
"Kami tidak mau menyusahkan anak cucu kami jika mereka nanti ingin berziarah," ujar Soeharto dalam biografi Soeharto seperti diwartakan soeharto.co seperti dikutip Liputan6.com, Rabu (27/1/2016).
Baca Juga
Dalam tulisan itu, Soeharto juga membantah jika Astana Giribangun dihiasi emas. Sebab sebenarnya kuburan itu berhiaskan batu pualam dari Tulung Agung. "Tentu saja kayu-kayu pilihan, supaya kuat," ujar dia lagi.
Sementara pintu-pintunya yang terbuat dari besi adalah karya pematung G. Sidharta. Semuanya hasil kerja anak bangsa sendiri.
Astana Giribangun pun diresmikan langsung oleh Soeharto. Ibu mertuanya melakukan cangkulan pertama di Gunung Bangun yang tingginya 666 M di atas permukaan laut itu pada Rabu Kliwon, 13 Dulkangidah jimakir 1906 atau 27 November 1974.
Soeharto dan Ibu Negara Tien Soeharto sebagai pengurus Yayasan Mangadeg Surakarta meresmikan Astana Giribangun itu pada Jumat, 23 Juli 1976.
Kisah mereka pun ditutup di Astana Giribangun.
Hingga kini peristirahatan abadi Soeharto itu ramai didatangi peziarah. Wafat di usia 86 tahun pada 27 Januari 2008, Pak Harto dimakamkan di samping sang istri, Siti Hartinah Soeharto atau Ibu Tien Soeharto. Bukti kesetiaan dan kecintaan sepasang suami istri sampai akhir hayat.
Setiap akhir pekan, kunjungan peziarah mencapai 5.000 orang. Beragam cara ditunjukkan untuk memberikan penghormatan kepada Bapak Pembangunan itu. "Ada yang mengambil air dari kendi langsung dimimum," kata Sutikno, pelaksana Astana Giribangun.
Advertisement