Liputan6.com, Jakarta Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap tiga tersangka dalam praktik perdagangan organ tubuh, DD-AG-dan HKS. Modus yang dilakukan adalah menyasar warga yang kesulitan ekonomi.
Seperti yang terjadi kepada korban IS, yang melakukan transplantasi ginjal pada 23 Agustus 2015 di sebuah rumah sakit besar di Jakarta Pusat. IS saat itu tidak mengenal dokter yang mengoperasi ginjalnya dan kepada siapa ginjalnya berpindah.
Namun dari calo yang merekrut IS, ginjal tersebut dijual kepada seorang bernama HU. Dia juga tidak tahu berapa nilai jual ginjalnya. Meski demikian, saat selesai operasi dan kembali ke rumahnya di bilangan Bandung Selatan, kedua calo ginjal, AG dan DD, memberi dirinya Rp 75 juta.
Meski sang istri menolak suaminya itu untuk menjual ginjal, AG dan DD terus membujuk istri IS agar memberi izin suaminya untuk menjual ginjalnya.
Baca Juga
"Pada saat itu AG meyakinkan istri IS bahwa operasi pengangkatan ginjal tersebut tidak ada masalah karena AG yang sudah diambil ginjalnya sebelumnya, sampai saat ini sehat saja. Dan menjual ginjal akan mendapat uang banyak," ujar salah seorang penyidik kepada Liputan6.com, Kamis (28/1/2016).
Memang, saat itu kondisi ekonomi IS dan keluarga bisa dibilang sulit. Utang keluarga mereka ada di mana-mana. Jangankan untuk menutup utang, sekadar untuk makan pun mereka kesulitan.
Alhasil, jalan singkat untuk menambal utang dan keperluan sehari-hari adalah dengan menjual ginjal.
Adapun AG dan DD adalah 'mantan pendonor' ginjal. Kepada istri IS, AG menyebut dirinya meraup Rp 70 juta.
Setelah calon 'pendonor' menyepakati secara lisan untuk diangkat ginjalnya. Selanjutnya AG mengantar IS ke sebuah laboratorium BI di Bandung. Sementara DD menyiapkan administrasi untuk IS yang akan menjalani tes kesehatan.
Tiga hari setelah diperiksa, IS lalu diboyong ke Jakarta untuk diperiksa lanjutan di rumah sakit kenamaan. Usai diperiksa di Jakarta, IS menunggu selama 2 minggu kabar pengangkatan ginjalnya.
Kepala Sub Direktorat III Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Komisaris Umar Surya Fana, mengatakan praktik jual beli organ tubuh ini bermula dari seorang tahanan Polres Garut, Jawa Barat, berinisial HLL.
HLL mengeluh kesakitan di bagian perut. Ketika diperiksa kesehatannya, ternyata ditemukan ada bekas operasi ginjal di tubuhnya. Dia disebut-sebut korban penjualan ginjal yang diduga dilakukan AG dan DD.
Umar mengatakan, pada Juni 2015, HLL diduga direkrut AG untuk menjual ginjalnya Rp 80 sampai Rp 90 juta.
"Modusnya, dijanjikan uang ke korban untuk memberi sebelah ginjalnya," kata Umar di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu 27 Januari 2016.