Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mendorong revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti-Terorisme). Namun, sejumlah pihak, seperti LSM dan pegiat HAM, tidak setuju dengan revisi itu. Alasannya, revisi ini berpotensi membuka ruang pelanggaran HAM.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhur Binsar Pandjaitan mengaku belum mendapat informasi mengenai penolakan tersebut. "Belum, belum ada (info yang masuk)," ujar Luhut di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin 1 Februari 2016.
Namun, dia juga tidak setuju dengan penolakan dari berbagai pihak tersebut. Sebab, dia tidak ingin Indonesia menjadi seperti negara-negara lain di Timur Tengah yang terus bergejolak karena masifnya aksi teror.
Baca Juga
"Kalau tidak setuju ya mereka suruh tanggung jawab (kalau ada aksi teror). Mau (Indonesia) kayak Suriah? Mau kayak Irak?" ujar Luhut.
Menurut dia, pemerintah tentunya menginginkan Indonesia hidup secara harmonis sebagai negara dan bangsa. Tanpa ada aksi-aksi teror yang meresahkan masyarakat.
Mengingat, Indonesia merupakan negara yang punya beragam agama dan budaya. Hal tersebut dijamin dalam berbagai perundangan di Indonesia.
"Kan kita mau harmoni. Di undang-undang semua ada kok. Agama, ibadah semua difasilitasi kan dalam undang-undang. Kita harus pelihara Indonesia sebagai negara yang beragam dan bermartabat," kata Luhut.