Sukses

Terungkap Penjualan Organ Satwa Liar di Jakarta

Dari tangan SH, polisi mendapati barang bukti berupa 16 dompet kulit harimau, 4 lembaran besar kulit harimau, 2 kulit buah zakar harimau.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pria bersinial SH terpaksa berurusan dengan polisi, lantaran memperjualbelikan sejumlah organ satwa liar yang dilindungi, di tempat usahanya di kawasan Gempol, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Yazid Fanani mengatakan, SH ditangkap pada 10 Desember 2015 lalu setelah pihaknya mendapati sejumlah organ satwa liar berupa kulit harimau, buaya, dan penyu yang sudah diawetkan dari rumah tersangka.

"Ketika digeledah oleh penyidik, ternyata ditemukan sejumlah bagian-bagian tubuh satwa liar yang dilindungi secara hukum," kata Yazid saat memberikan keterangan pers di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Selasa (2/2/2016).

Tersangka, sambung Yazid, tak hanya menyimpan sejumlah organ satwa liar. Melainkan juga memperjualbelikannya. Dalam menjalankan bisnis haramnya, SH kerap berdalih menjual usaha kerajinan dan konveksi.

"Pengakuannya, tersangka ini beroperasi sejak Januari 2015, menjual sesuai pesanan. Hasil pemeriksaan, pasarannya lokal, tak tutup kemungkinan dijual ke luar negeri, kita dalami," ucap dia.

Bareskrim memusnahkan ratusan barang bukti hasil pengungkapan penjualan organ tubuh satwa liar (Istimewa)

Dari tangan SH, polisi mendapati barang bukti berupa 16 dompet kulit harimau, empat lembaran besar kulit harimau, 20 lembaran kecil kulit harimau, tujuh potong kulit kaki harimau, dua potong kulit ekor harimau, 40 buah aksesoris kulit harimau, satu ekor offsetan penyu, satu buah offsetan kepala buaya, satu buah paruh rangkong gading, satu kilogram karapas penyu, satu kilogram tulang harimau, tujuh lembaran kulit buaya besar, dua buah taring harimau dan dua buah kulit buah zakar harimau.‎

Dari hasil penyidikan sementara, tersangka SH mengaku mendapatkan barang tersebut dari seorang pemasok asal Sumatera. Kini, si pemasok organ satwa liar jadi incaran kepolisian.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, SH akan diganjar hukuman sesuai Pasal 21 ayat (2) huruf b dan d, Jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.