Liputan6.com, Jakarta - Kaget melihat tubuh Mirna sudah kaku, sang ayah langsung mengupayakan segala cara. Mulai dari memberikan pernapasan buatan hingga memompa jantung Mirna. Namun sang buah hati tak kembali lagi. Mirna telah meninggalkan dunia untuk selamanya.
"Mir... bangun. Ini papa. Mendingan saya mati, papa yang mati sekarang enggak apa-apa, kamu hidup, bangun, denger papa..." kenang ayah Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin saat berada di RS Abdi Waluyo Jakarta yang diceritakan dalam Indonesia Lawyers Club, Selasa 2 Februari 2016.
Edi sempat mendengar Mirna mengorok dan mengembuskan napas terakhir. Mulut Mirna terlihat hitam. Melihat ada kejanggalan, Edi melapor ke Polsek Tanah Abang. Namun ia tidak mendapat respons memuaskan. Secercah harapan muncul dengan kedatangan Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti.
"Saya tadinya sudah putus asa. Saya mulai bergerak secara diam-diam. Lalu Pak Krishna Murti datang. Dia bilang kalau tidak diautopsi, tidak ada crime, selesai," tutur Edi.
Baca Juga
Menyadari ada ketidakwajaran dalam kematian Mirna, Edi mempertimbangkan autopsi. Setelah berunding dengan keluarga, akhirnya Edi merelakan jasad Mirna diautopsi.
"Tadinya enggak mau (jasad Mirna) diacak-acak, kasarnya begitu. Akhirnya ya sudah deh, relain," ucap Edi.
Edi melanjutkan, diambillah sampel dari jasad Mirna. Edi sempat masuk sejenak mengikuti prosesnya. Saat membuka petinya, semua masih tampak bagus, malah muka Mirna lebih putih.
"Terus saya bilang, izin saya mau cium anak saya, kasihan dia. Saya bisikin, Mir... ini untuk kepentingan kamu, autopsi ya... papa minta maaf. Jadi relain aja, nanti terungkap siapa yang melakukan ini pada kamu," ucap Edi dengan suara tercekat dan mata berkaca-kaca.
Edi kemudian mendapat laporan kematian Mirna tidak wajar. Diracun. Namun dia menepis anggapan Mirna menjadi target pembunuh profesional.
"Saya bukan siapa-siapa. Mirna itu bukan Ratu Inggris atau siapa gitu," tutur Edi.