Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MU) meminta masyarakat‎ tidak neko-neko dalam persoalan agama. Misalnya, bergabung dengan ormas seperti Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan, banyaknya kelompok atau ormas yang mengatasnamakan agama, malah sebetulnya menyimpang dari ajaran agama.
"Itu yang menjadi penelitian kita. Kemungkinan mereka mencari sesuatu yang lain, yang aneh, yang beda. Nah, akhirnya itu menjadi sasaran orang-orang yang mempunyai pikiran menyesatkan, dan menjadikannya mangsa," ujar Ma'ruf di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Ma'ruf menilai, masyarakat seolah menginginkan yang 'super', namun sesat dan menyimpang. Karena itu, MUI meminta masyarakat mengikuti yang lurus-lurus saja.
"Karena itu, masyarakat jangan cari yang aneh-aneh. Kita harus terus melakukan pengawasan dan pembinaan. Kalau masih lokal, ditangani MUI setempat dengan fatwa-fatwa setempat. Kalau nasional MUI Pusat," jelas dia.
Ma'ruf juga meminta masyarakat tidak berbuat anarkis atau mengedepankan kekerasan dalam menyambut kepulangan eks anggota Gafatar. Pemerintah juga perlu mengawasi lebih ketat, agar tidak ada provokasi di dalamnya.
"MUI mengimbau masyarakat dan pemerintah untuk menjaganya. MUI tidak bisa melakukan tindakan penegakan hukum. Yang mempunyai itu pemerintah, melalu polisi, TNI, Pamong Praja, dan lainnya," tegas Ma'ruf.
Baca Juga
Makar
Ma'ruf mengatakan, pihaknya tidak menolerir pendirian khilafah seperti yang ‎diinginkan Gafatar. MUI punya komitmen terhadap Tanah Air, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Itu kan sama saja dengan negara dalam negara. Kita tidak menolerir. Kita sudah punya komitmen kebangsaan, bahwa kita adalah NKRI," kata dia.
Pembentukan khilafah, kata Ma'ruf, bisa masuk sebagai indikator Gafatar melakukan makar. Sama dengan ormas sesat sebelumnya, yakni Al Riyadah Al Islamiyah yang juga punya tujuan sama.
Ma'ruf menjelaskan, dilihat dari periode perjalanan kedua ormas itu sebelum bermetamorfosis menjadi Gafatar, Al Qiyadah Al Islamiyah memiliki 6 fase ajaran. Yakni fase Sirran (sembunyi-sembunyi/rahasia), Jahran (terang-terangan), Hijrah (berpindah), Qital (perang), Futuh (kemenangan), dan Khilafah (pemimpin).
Menurut Ma'ruf, Gafatar kini telah memasuki periode ketiga. Yakni hijrah atau berpindah tempat. Buktinya adalah anggotanya berbondong-bondong menyeberang ke Kalimantan Barat, sebelum akhirnya terlacak dan diketahui pemerintah.
"Mereka sudah sampai pada tahap Hijrah. Namun keburu ditemukan," kata dia.
Meski pembentukan khilafah bisa dikategorikan sebagai tindakan makar, namun Ma'ruf menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah, khususnya penegak hukum. Sebab, MUI hanya sebatas memberi fatwa yang berlandaskan suatu paham keagamaan.
‎"Mengenai adanya indikasi makar, itu kita serahkan kepada pemerintah. Kita hanya berada pada posisi mengenai paham keagamaan saja," pungkas Ma'ruf.