Sukses

Setya Novanto Penuhi Panggilan Kejagung

Sebelumnya, Setya Novanto sempat beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan dari Kejagung.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua DPR Setya Novanto akhirnya hadir memenuhi panggilan jaksa penyidik sebagai saksi atas kasus dugaan pemufakatan jahat terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah membenarkan, bahwa Novanto telah hadir dalam pemeriksaan hari ini, Kamis (4/2/2016), di gedung Bundar Kejagung, Jakarta.

"Iya sebagai saksi. Ya ini belum (selesai), nanti setelah pemeriksaan. Yang pasti kami sudah siap sejak dulu‎ untuk memeriksa Setnov," kata Arminsyah saat dihubungi di Jakarta, Kamis (4/2/2016).

Arminsyah menambahkan Novanto hadir ke Kejagung tanpa didampingi pengacara. Menurut dia, pihaknya tidak mempermasalahkan jika Novanto hadir tanpa membawa pengacara.

Sebab saat ini kasus yang ditangani pihaknya masih dalam tahap penyelidikan.

"Iya sebagai saksi tidak perlu untuk diwakili kuasa hukum. Kalau ada pengacara tentunya akan dipersilakan sesuai batasan-batasannya," tandas Arminsyah.

Sebelumnya, Setya Novanto mangkir dari panggilan pemeriksaan dari Kejagung. Terakhir, pada 27 Januari 2016, pria yang karib disapa Setnov itu mengirimkan surat permohonan penundaan ke Kejagung karena berhalangan.

Hal itu disampaikan pengacara Setnov, Maqdir Ismail. Menurut dia, ketidakhadiran kliennya kali ini bukan menolak untuk diperiksa. 

"Surat (permintaan penundaan) dirumuskan stafnya Pak Novanto. Harusnya sudah sampai ke Kejaksaan," ujar Maqdir kala itu.

2 dari 2 halaman

Skandal Papa Minta Saham

Kasus skandal 'Papa Minta Saham' ini bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin 16 November 2015.

Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setnov mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.

Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politikus Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT Freeport Indonesia. Dia juga berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.

Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Dalam penyelidikan kasus ini Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta bantuan dari ahli teknologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Selain meminta pendapat dari ahli 2 perguruan tinggi negeri itu, pada penyelidikan ini sudah 12 orang yang dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung.

Orang-orang tersebut adalah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Menteri ESDM Sudirman Said, Sekretaris Pribadi Setya Novanto, Medina, Sekjen MPR-DPR Winantuningtyastiti Swasanani, Deputi I Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo, Komisaris PT FI Marzuki Darussman, dan 4 orang pegawai Hotel Ritz Carlton, Jakarta.

Dalam kasus ini, hanya pengusaha Riza Chalid dan Setya Novanto yang belum memberikan keterangan.