Liputan6.com, Bogor - Genta 7 kali berbunyi sebagai tanda ritual penyucian patung dewa-dewi di Vihara Dhanagun segera dimulai. Pembersihan dilakukan teratur, dari membersihkan pintu masuk vihara, altar sembahyang hingga tempat arca para dewa-dewi.
Setiap arca dibersihkan dengan perlakuan berbeda sesuai asal dan bahannya. Arca dewi dibersihkan perempuan, sedangkan arca dewa dibersihkan kaum laki-laki. Perlengkapan memandikan atau membersihkan arca menggunakan air kembang, wangi-wangian, sikat gigi, dan handuk.
Baca Juga
Ritual memandikan patung dewa-dewi dan klenteng di Jalan Suryakancana Kota Bogor, tepat pada 25 Cap Jie Gwee yang jatuh Kamis 4 Februari 2016.
Ritual Kimsin atau memandikan rupang (patung) ini dilakukan setelah para dewa-dewi diyakini pergi ke langit pada 24 Cap Jie Gwee atau sehari sebelumnya.
Sekretaris Vihara Dhanagun Sigit Sunarjadi Rusly menjelaskan, pembersihan kelenteng dan rupang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat bersih untuk dewa-dewi ketika kembali turun pada hari ketujuh setelah Imlek.
"Ini untuk penyucian diri menjelang tahun baru agar memasuki tahun baru, jiwa dan raga suci dari berbagai kesalahan dan penyakit hati," kata Sigit.
Ada puluhan patung dewa dan orang suci di Vihara Dhanagun. Patung tersebut terbuat dari kayu, kuningan, hingga porselen. Tampilan wajah mereka mulai dari yang rupawan dengan senyum manis hingga angker dan garang.
Acara pembersihan ini didahului ritual sembahyang atau puja bakti. Sebagai permulaan, mereka berdoa memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kemudian, bersembahyang dan mengucapkan doa-doa kepada Kong Co Ho Tek Cing Sin, dewa bumi yang dianggap sebagai tuan rumah atau pelindung Vihara Dhanagun. Dewa ini juga diyakini sebagai dewa yang menjadi tuan rumah kelenteng-kelenteng di Bogor. Selain itu Dewi Kwan In, dewi yang menurut warga Tionghoa memiliki sifat welas asih.
Di antara koleksi rupang itu ada yang berusia ratusan tahun dan hanya ada di Vihara Dhanagun. Vihara itu sendiri sudah ada sejak 1862, yang dulu bernama Kelenteng Hok Tek Bio.
Menurutnya, pembersihan ini juga dilakukan oleh masyarakat Tionghoa terhadap altar sembahyang untuk arwah leluhur di rumah mereka masing-masing. Ini merupakan simbol tanda bakti etnis Tionghoa kepada leluhurnya.
"Ini perayaan kesempurnaan Sang Dewi Welas Asih yang memiliki makna hakiki," ujar Sigit.
Dia menjelaskan, Imlek merupakan perayaan tahun baru kalender Cina dan secara tradisi dirayakan oleh orang Cina atau peranakan.
"Perayaan tahun baru itu sebagaimana perayaan tahun baru lainnya, dilangsungkan secara meriah. Saat itu juga merupakan kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga dan bersilaturahmi dengan sanak saudara serta teman dan tetangga," kata dia.
Menurut Sigit, siapa pun orang China biasanya secara tradisi menyelenggarakan perayaan ini dan melaksanakan ibadah Tahun Baru sesuai agama atau kepercayaan masing-masing.
"Kalau yang agamanya Kristen, ya ibadahnya ke gereja. Yang Islam, ke masjid. Kalau yang Buddha, Tao, dan Konghucu ke vihara atau kelenteng. Jadi melakukan peribadatan sebagai tanda syukur dan gembira menyambut tahun baru sesuai agama masing-masing," tutur Sigit.