Sukses

Kapolri: Jual-Beli Ginjal Masuk Pidana Perdagangan Orang

Badrodin merekomendasikan agar Kemenkes membuat aturan dan regulasi tentang transplantasi ginjal.

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan, masalah transplantasi ginjal atau organ tubuh lainnya tidak menjadi masalah jika tidak diperjualbelikan, apalagi sampai merugikan. Hal itu terkait kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus jual beli organ tubuh berupa ginjal yang tengah diusut Sub Direktorat III Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri.

"Karena kalau diperjualbelikan itu termasuk tindak pidana perdagangan orang. Karena itu, tentu kita harus meneliti mana yang masuk dalam tindak pidana," ujar Badrodin di kantornya, Jakarta, Jumat (5/2/2016).

Badrodin merekomendasikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membuat aturan dan regulasi tentang kejelasan hal ini. Dengan begitu, masyarakat akan tahu secara pasti tempat dan orang yang membutuhkan donor organ tubuh miliknya.

"Ada tempatnya untuk bisa mendapatkan informasi," tutur Badrodin.

Dengan adanya sistem tersebut, peredaran jual-beli ginjal tidak marak dan bisa dikontrol lantaran terpusat.

"Ini akan memudahkan dan bisa dikontrol dengan baik. Mungkin ditempatkan di RS mana. Yang bisa melakukan itu. Tidak liar, karena kalau sampai liar ada jual-beli, itu kan masuk tindak pidana," kata Badrodin.

Dalam kasus dugaan jual beli ginjal, 3 tersangka telah ditetapkan. Mereka yang berinisial YP atau AG, DS atau DD‎ dan HR itu disebut menjadi bagian sindikat penjualan organ.

Selama setahun sindikat ini sudah menjaring 15 korban, rata-rata warga Jawa Barat yakni Garut, Bandung, Soreang dan lainnya. Para korbannya adalah ‎pekerja kasar dari kalangan bawah seperti sopir, petani, tukang ojek dan lainnya, yang rentang umurnya antara 20-30 tahun.

Modus pelaku yaitu menjanjikan uang kepada korban yang mau menjual ginjalnya sekitar Rp 70 juta. Sedangkan orang penerima ginjal atau yang membeli diminta bayaran sebesar Rp 250 juta - 300 juta.

Atas perbuatan itu, mereka ditahan di Bareskrim dan dijerat Pasal 2 ayat 2 UU No 21 Tahun 2007 TPPO, juncto Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan‎ ancaman hukuman diatas 5 tahun penjara.