Liputan6.com, Jakarta - Meski Jessica Kumala Wongso sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Metro Jaya, kasus Mirna masih saja menyisakan misteri. Penyebabnya, hingga saat ini, Jessica yang diduga sebagai penabur racun sianida di kopi Wayan Mirna Salihin,tak juga mengaku.
Bahkan, kasus ini kemungkinan masih berlangsung panjang, setelah Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian mengatakan, saat ini tengah terjadi pertempuran intelektual antara penyidik dan pihak tersangka.
Kendati demikian, menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti, kasus Mirna sebenarnya sederhana. Namun, dia menilai, ada yang memperumit perjalanan kasus pembunuhan yang kental dengan aroma scientific crime itu.
"Kasus ini jangan diperumit dengan polemik. Sederhana kasus ini," kata Krishna di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5 Februari 2016).
"(Polemik) Itu yang bikin kalian (media), terus-terusan mengejar kami. Banyaknya pendapat dari para pengamat," sambung dia.
Untuk membuat terang kasus ini, Krishna dan jajarannya akan menggelar 2 rekonstruksi atau reka ulang adegan pembunuhan Mirna.
Pertama, sesuai keterangan Jessica Kumala Wongso. Kedua, rekonstruksi sesuai fakta-fakta serta alat bukti yang dihimpun penyidik, yakni Jessica menaruh sianida dalam air kopi Mirna.
"Nanti akan ada rekonstruksi yang versi dia (Jessica) dan rekonstruksi versi kami. Mana yang lebih masuk akal," tandas Krishna.
Sosok Jessica sendiri mengundang penasaran. Tak banyak hal yang diketahui tentang perempuan 27 tahun itu. Kecuali latar belakangnya yang pernah tinggal di Australia. Aparat Polda Metro Jaya telah meminta bantuan Australia Federal Police (AFP) untuk mengorek informasi terkait kehidupan alumni Billy Blue College itu di Negeri Kanguru.
Salah satu situs berita Australia, news.com.au pada Jumat (5 Februari 2016), menemukan fakta bahwa Jessica memiliki status permanen residen (PR) di Australia.
Â
Advertisement
Baca Juga
Demikian pula dengan orangtuanya. Adapun 2 kakak Jessica sudah menjadi warga negara Australia. Satu keluarga itu mendapatkan status PR semenjak pindah dari Indonesia ke Sydney. Mereka juga memiliki rumah tinggal di Sydney, ibu kota New South Wales (NSW).
News.com.au mendapatkan informasi itu dari seorang sumber yang dekat dengan keluarga Wongso. Ia menjelaskan, Jessica sedang berlibur di Indonesia dengan orangtuanya dan berencana kembali ke Sydney karena telah mendapatkan pekerjaan sebagai desainer grafis. Namun, ia keburu ditangkap.
"Dia tak bersalah," ujar sumber itu kepada news.com.au. "Jessica itu seperti orang Australia biasa, usia 27 tahun yang jalan-jalan minum kopi. Malangnya, ia jatuh ke masalah yang ia tak lakukan."
Sumber itu melanjutkan, "ia berada di tempat dan waktu yang salah dan kini dia bisa saja mati (akibat putusan pengadilan)."
Bukti Jessica memegang status PR adalah dia bisa bekerja di pemerintahan. Ia pernah bekerja sebagai staf administrasi di NSW Ambulance dari Juli 2014 hingga mengundurkan diri pada November 2015.
"Jessica Wongso benar pernah bekerja di NSW Ambulance dengan status temporer outsoursing, menjabat sebagai posisi admin," tulis pernyataan NSW Ambulance.
"Karena masalah ini berhubungan dengan investigasi polisi, NSW Ambulance tidak bisa berkomentar lebih lanjut."
Terkait kepribadian Jessica, tak ada satu sumber pun yang berbicara. Kecuali dari penyidik yang menyebutkan, ada dugaan perilaku tersangka mengarah pada psikopat. Hal ini diungkapkan oleh psikolog Polri yang memeriksa langsung Jessica, Ajun Komisaris Besar Rinny Wowor.
"Ada dorongan yang mengarah pada sifat psikopat. Namun bukan berarti dia antisosial yang benar-benar putus dengan sosial. Dia menyadari perilaku dan konsekuensi atas apa yang dia lakukan," kata Rinny dalam perbincangan dengan Liputan6.com.
"Ada kemarahan cukup besar yang membuat dia melakukan seperti itu," Rinny menambahkan.
Dugaan psikopat ini muncul saat profiling yang dilakukan psikolog Polri terhadap Jessica. Disinggung lebih jauh terkait hal tersebut, Rinny menolak merinci karena masuk kepentingan penyidikan.
Meski demikian, ujar Rinny, Jessica tetap dapat mempertanggungjawabkan dugaan kejahatan yang disangkakan kepada dirinya. "Karena bukan kelainan perilaku," ujar perwira menengah peraih gelar Doktor Psikologi ini.
Rinny juga menilai Jessica sebagai pribadi cerdas, terbukti dari kemampuannya cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Adapun sikap tenang Jessica saat melihat Mirna kejang usai menyeruput kopi di kafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016 lalu, menurut Rinny, karena dia sadar akan apa yang terjadi. “Maka dia tidak akan panik, sudah ada kesiapan akan apa yang terjadi," ujar Rinny.
Dikunjungi Biksu
Kini Jessica telah mendekam di balik jeruji besi Polda Metro Jaya. Untuk menjaga agar rohaninya tidak kering, polisi mendatangkan 2 biksu muda untuk wanita muda itu.
Berjubah kuning, 2 biksu dari wihara di Mangga Besar, Jakarta Barat itu menyambangi Rumah Tahanan Polda Metro Jaya pada Jumat 5 Februari 2016. Satu dari 2 biksu yang bernama Sapta mengatakan, sepanjang bertatap muka dengan Jessica, ia dan rekannya memberikan siraman rohani.
"Kami hanya memberikan siraman rohani. Hanya siraman rohani," ujar Biksu Sapta seraya tersenyum saat keluar dari rutan.
Menurut Direktur Perawatan Tahanan dan Barang Bukti AKBP Barnabas, pihaknya sengaja menghadirkan biksu untuk memberikan siraman rohani kepada Jessica. Bukan untuk membujuk Jessica agar berbicara 'apa adanya' sesuai keinginan polisi.
"Untuk perawat kerohaniaan dia (Jessica) saja. Kalau yang agama Islam kan ada Jumat-an, ada pengajian, ceramah agama," jelas Barnabas.
Jessica adalah satu-satunya tahanan yang beragama Buddha. Meski demikian, polisi tetap berupaya memberikan hak menunaikan ibadah kepada Jessica seperti tahanan lainnya.
"Kalau Buddha kan minoritas sekali. Hampir enggak ada (tahanan yang seagama). Makanya kita usahakan mendatangi biksu," terang Barnabas.
Barnabas mengungkap, siraman rohani tersebut berlangsung 1,5 jam di sel tahanan Jessica. "Jam 1 sampai setengah 3 tadi," pungkas Barnabas.
Mendengar anaknya dikunjungi biksu, Ibunda Jessica, Imelda Wongso terkejut. "Hah, Ada biksu?" kata Imelda dengan ekspresi kaget ketika Liputan6.com menyampaikan kunjungan biksu tersebut. Imelda pun bergegas masuk ke dalam kantor penyidik untuk meminta izin menengok Jessica.
Jessica resmi menjadi tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin pada Jumat 29 Januari. Polisi pun memutuskan menahan Jessica sejak Sabtu 30 Januari 2016. Polisi menetapkan masa kurungan 20 hari. Jika dalam kurun waktu tersebut, polisi masih memerlukan waktu untuk memperkuat alat bukti, masa kurungan Jessica akan diperpanjang.
"Kita memiliki waktu 4 bulan. 20 Hari, 40 hari, 30 hari. 20 Hari pertama tahanan penyidik. Setelah itu bisa diminta perpanjangan oleh jaksa menjadi tahanan atas dukungan jaksa 40 hari," jelas Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian
Bila hasil diskusi penyidik dan jaksa menyimpulkan proses penguatan alat bukti masih diperlukan, polisi akan mengajukan perpanjangan masa tahanan lagi kepada pengadilan selama 30 hari.
Sejak mendekam di sel tahanan, Jessica Kumala Wongso kehilangan nafsu makan. Saat dijenguk penasihat hukum yang juga sepupunya, Yudi Wibowo, Jessica menangis dan meminta kasusnya segera diselesaikan. Diketahui Jessica tak mau menyantap makanan tahanan sehingga polisi memberikan makanan penyidik untuk menjaga kondisi kesehatan perempuan berkulit putih itu.