Sukses

Gatot Pujo Kucurkan Rp 4 Miliar Lebih untuk OC Kaligis

Evy mengatakan untuk kepentingan gugatan ke PTUN, OC Kaligis tidak hanya sekali meminta uang US$ 30 ribu.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Sumatera Utara non-aktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, mengaku sudah mengeluarkan uang lebih dari Rp 4 miliar untuk membiayai gugatan ke PTUN Medan sekaligus berbagai permintaan dana oleh pengacara Otto Cornelis Kaligis.

"Saya kan selalu hitung rate dolar menggunakan rupiah, untuk gugatan ke PTUN Rp 2 miliar, pembayaran fee Pak OC Rp 1,2 miliar. Saya perkirakan total Rp 4 miliar, makanya saya tidak mau Mas Gatot mengajukan karena kita kan tidak punya uang," kata Evy dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta seperti dikutip Antara, Kamis (11/2/2016).

Evy dalam sidang diperiksa bersama suaminya, Gatot Pujo Nugroho, yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, serta suap kepada mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Rio Capella.

Gatot sebagai Gubernur Sumatera Utara sudah mengikat perjanjian pendampingan penasihat hukum dengan kantor pengacara OC Kaligis selama 5 tahun sejak September 2013-September 2018 dengan membayar Rp 600 juta setiap tahun untuk mendapat jatah konsultasi hukum selama 40 jam per bulan.

Sementara, untuk kepentingan gugatan ke PTUN, kata Evy, OC Kaligis tidak hanya sekali meminta uang US$ 30 ribu. Namun, Evy mengaku tak memiliki uang sebanyak itu.

"Dia (OC Kaligis) panggil saya, katanya Evy saya butuh 30 ribu dolar AS. Saya tanya untuk apa, Pak? Dijawab, ya untuk gugatan PTUN. Tapi karena saya tidak bawa uang, lalu besoknya saya datang lagi dan masih tidak bawa uang, karena sebenarnya saya ngeles untuk apa mengajukan gugatan ke PTUN?" kata dia.

"Sebetulnya, uang kami tidak ada segitu, tapi saya tidak ada kesempatan untuk bicara dengan Pak OC. Jadi apa boleh buat saya telepon Pak Gatot di jalan dan memang saya selalu lapor ke suami saya berapa pun Pak OC minta," kata Evy.


Uang sejumlah US$ 30 ribu ditambah Rp 50 juta sebagai uang perjalanan OC Kaligis diserahkan Evy pada 1 Juli 2015 kepada ajudan OC Kaligis bernama Bambang Taufik.

"Tapi jumlah ini besar sekali ya? Saya tidak seperti klien Pak OC lain yang unlimeted uangnya. Saya ibu rumah tangga biasa, tapi ada usaha sedikit, lalu saya curhat ke Iwan (Julius Irawansyah, anak buah OC Kaligis) mengenai berapa sebenarnya budget penanganan perkara di PTUN? Tapi katanya itu memang segitu di kantor OC," cerita Evy.

Tak hanya untuk OC Kaligis, Gatot dan Evy pun masih mengeluarkan uang Rp 200 juta untuk Rio Capella demi bertemu Surya Paloh agar terjadi islah antara Gatot Pujo dan wakilnya Tengku Ery.

"Seingat saya, saat istri saya bertemu Sisca dan ada permintaan bukan dari Rio, tapi permintaan istri melalui Sisca. Jumlah uang yang diminta, di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), saya berikan Rp 280, tapi istri saya yang tahu Rp 200 juta," kata Gatot.

 

Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti usai jalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, (23/12). Sidang beragendakan pembacaaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada KPK. (Liputan6.com/Helmi Afandi)


Uang itu menurut Gatot bersumber dari tabungan dirinya dan istrinya.

"Saya sebagai suami kan harus menafkahi beliau, tapi itulah kebaikan istri saya. Uang-uang yang saya berikan disimpan oleh beliau. Uang itu dari simpanan beliau," kata Gatot.

Namun uang yang diberikan kepada Rio tersebut, menurut Gatot, bukan untuk mengamankan perkara di Kejaksaan Agung. Melainkan untuk islah dirinya dan Wakil Gubernur Tengku Erry Nuradi yang juga berasal dari partai Nasdem.

"Kami lebih pada islah karena ketika 2 staf kami dimintai keterangan Kejaksaan Agung, maka disampaikan menurut OCK surat pemanggilan tidak tepat, karena harusnya melalui pemeriksaan internal. Dan bahkan laporan hasil pemeriksa keuangan, BPK tidak ada temuan. Jadi ini hanya silaturahim, komunikasi saja karena kebetulan Jaksa Agung dari Partai Nasdem," kata Gatot.

Rio sendiri pernah menjanjikan untuk membicarakan kasus Gatot ke Jaksa Agung HM Prasetyo.

"Rio bilang realisasi islah dipertahankan dan sudah benar dan nanti saya sampaikan kalau ada kesempatan dengan Pak Prasetyo, tidak ada bicara tentang pengamanan, jangan banyak berharap juga tapi nanti akan disampaikan ke pak Jaksa Agung," ujar Gatot.

Dalam perkara ini, Gatot dan Evi didakwa menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara senilai total US$ 27 ribu dan S$ 5 ribu. Uang itu untuk mempengaruhi putusan terkait pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi Dana BOS, Bansos, BDB, tunggakan DBH dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang kuasa hukumnya diserahkan kepada OC Kaligis.

Gatot dan Evy juga didakwa menyuap mantan anggota Komisi III DPR 2014-2019 dari partai Nasdem, Patrice Rio Capella, sebesar Rp 200 juta melalui Fransisca Insani Rahesti agar Rio Capella mengunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kejaksaan Agung selaku mitra kerja Komisi III DPR demi memfasilitasi islah guna memudahkan pengurusan penyelidikan perkara yang ditangani Kejaksaan Agung.

Atas perbuatan tersebut, Gatot dan Evy didakwa pasar berlapis, yaitu Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.

Serta Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman penjara paling singkat 1 tahun paling lama 5 dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.