Liputan6.com, Malang - Peristiwa jatuhnya Super Tucano TT 3108 masih menyisakan sejumlah kejanggalan. Salah satunya, mengenai posisi pilot dan juru mesin yang terpisah saat pesawat jatuh di atas rumah warga di Jalan LA Sucipto Kota Malang, Jawa Timur.
Pilot Super Tucano, Mayor Penerbang Ivy Safatillah jatuh di tengah sawah dengan kursi pelontar, sejauh 8 kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat. Tetapi parasut ditemukan terpisah, 2 kilometer dari lokasi jatuhnya sang pilot.
Sementara juru mesin udara, Serma Syaiful Arif Rakhmawan berada di dalam pesawat. Sang engineer belum sempat menggunakan kursi pelontar untuk menyelamatkan diri.
Advertisement
Baca Juga
"Kursi pelontar berfungsi dengan baik oleh Mayor Ivy. Sedangkan Serma Syaiful belum sempat menggunakannya," kata Komandan Lanud Abdurahman Saleh Malang, Marsekal Pertama Djoko Seno Putro di Malang, Kamis (11/2/2016).
Menurut dia, kursi pelontar sebenarnya bisa diatur secara otomatis bersamaan. Yakni, jika salah satu menggunakannya, maka lainnya otomatis ikut terlontar keluar. Namun dalam peristiwa itu, kursi pelontar diprogram secara terpisah.
"Untuk test flight, disetel sendiri-sendiri. Milik Serma Syaiful ikut badan pesawat, belum sempat memfungsikannya," ucap Djoko.
Djoko enggan berkomentar terkait parasut Mayor Pnb Ivy yang terpisah dengan kursi pelontar. Apakah tak berfungsi dengan baik atau kesalahan lainnya, TNI AU menunggu hasil tim identifikasi.
"Soal parasut menunggu hasil tim identifikasi saja. Nanti pasti bisa diketahui," ungkap Djoko.
TNI AU menyatakan telah menghentikan proses evakuasi puing pesawat sejak pukul 10.00 pagi tadi. Seluruh serpihan pesawat telah dibawa ke Pangkalan TNI AU Abdurahman Saleh Malang guna penyelidikan lebih lanjut.
"Investigasi sedang berlangsung di internal. Nanti kalau sudah selesai akan kami sampaikan ke markas besar," ucap Djoko.