Sukses

Gerakan Anti Korupsi Minta DPR Batalkan Revisi UU KPK

Revisi UU KPK itu dinilai sebagai upaya melemahkan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi (GAK) menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kehadiran massa yang terdiri dari alumni serta mahasiswa lintas perguruan tinggi itu diterima pimpinan KPK, Laode Muhammad Syarif, di ruangannya.

Hampir 1 jam lamanya aliansi massa GAK ditemui Laode. Usai pertemuan, mereka menegaskan, pimpinan KPK menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.   

"Pimpinan KPK menolak secara resmi juga tadi," ujar Koordinator GAK Rudy Johanes, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Menurut dia, langkah tersebut tepat mengingat revisi itu dianggap sebagai upaya pelemahan KPK. "Pelemahan itu bisa dari luar dan dalam. Dari luar itu kan usulan revisi ini. Kalau dari dalam, jika mereka (pimpinan KPK) menerima. Ini yang tidak boleh," ungkap Rudy.

Karena itu, pihaknya menentang dengan keras setiap upaya pelemahan KPK, serta menentang keras setiap upaya mendukung dan menyelamatkan koruptor dari jeratan hukum.

Bukan hanya itu, lanjut Rudy, GAK juga meminta Presiden Jokowi bertindak tegas menolak revisi UU KPK.

"Terakhir, meminta DPR untuk membatalkan pengajuan revisi UU KPK tersebut, karena RUU tersebut telah mengkhianati tujuan nasional dan amanah reformasi," Rudy menandaskan.

Pimpinan KPK tidak hadir dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 4 Februari 2016. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menyatakan, ketidakhadiran komisioner KPK tersebut karena penolakan mereka atas revisi UU KPK.  KPK menjelaskan, UU KPK yang ada sekarang sudah cukup mendukung operasional kegiatan KPK sehingga menolak revisi UU tersebut.

Ada 4 poin UU KPK yang akan direvisi. Pertama, pembentukan Dewan Pengawas. Kedua, kewenangan penyadapan harus seizin Dewan Pengawas. Tiga, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan terakhir pengangkatan penyelidik dan penyidik independen.