Sukses

KPK Periksa 2 Anggota DPR Terkait Suap Proyek Jalan di Maluku

Keduanya akan diperiksa untuk tersangka Abdul Khoir.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa 2 anggota Komisi V DPR terkait kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku.

Kedua orang yang akan diperiksa untuk tersangka Abdul Khoir yakni Musa Zainudin dari Fraksi PKB di DPR dan Andi Taufan Tiro politikus PAN.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk AKH (Abdul Khoir)," ujar Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Jumat (12/2/2016).

Pemeriksaan ini, terang Yuyuk, untuk melengkapi berkas perkara penyidikan milik Abdul Khoir yang belakangan diketahui sebagai pengusaha bidang konstruki dari PT Windu Tunggal Utama.

Pengusaha Konstruksi

Kedua anggota DPR yang akan diperiksa penyidik ini, ternyata juga diketahui merupakan pengusaha yang bergerak di bidang konstruksi. Musa disebut-sebut menjabat sebagai Direktur CV Aroma Cipta Construction.

Sementara Andi dikabarkan merupakan pengusaha di bidang konstruksi di wilayah lndonesia Timur.

Perkara suap ini terkuak ketika petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 13 Januari 2016 lalu. Saat itu petugas menangkap seorang anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu dan 2 orang dekatnya bernama Dessy A Edwin, Julia Prasetyarini, serta pengusaha Abdul Khoir.

Mereka ditangkap saat sedang melakukan transaksi suap. Uang yang diberikan Abdul Khoir ini diduga sebagai imbalan agar perusahaannya menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku.

Damayanti, Dessy, dan Julia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.