Sukses

Mau Dibongkar, Sejumlah Kafe dan PSK Kalijodo Banting Harga

Pemprov DKI telah menyosialisasikan pembongkaran kawasan Kalijodo, Jakarta Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pembongkaran kawasan Kalijodo berimbas terhadap harga kafe yang berada di lokasi prostitusi tersebut. Sejumlah kafe langsung menurunkan tarif dari biasanya alias banting harga.

"Sudah mas, kasih 100 (Rp 100.000) aja, mau pulang kampung nih," bujuk Yani, seorang PSK di Kafe Pondok Melayu 2 kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (15/2/2016).

Yani menuturkan, pada hari biasanya, kafe tempatnya bekerja yang menyediakan bir dan 'kenikmatan sesaat' ini menetapkan tarif sebesar Rp 150.000. Setelah Pemprov DKI menyosialisasikan pembongkaran kawasan tersebut, ia pun diminta sang pemilik untuk bersiap-siap pindah.

"Saya dari Tasik (Tasikmalaya) mas, kata bos siap-siap pindah," ujar wanita yang sudah bekerja 2 tahun di kafe tersebut.

Menurut Yani, teman-temannya yang lain sudah pulang kampung tadi pagi. Ia masih bertahan karena tak cukup uang untuk ongkos pulang. "4 Orang udah naik taksi tadi Mas, saya ditinggal," keluh dia.

Biasanya, dari usaha tersebut ia mendapatkan jatah sebesar 50 persen. Dari tarif normal Rp 150.000, Yani menyetor ke bos Rp 75.000 untuk kamar dan keamanan.

"Kalau hari ini katanya semua buat saya, buat persiapan pulang," ucap dia.

Pantauan Liputan6.com, Kafe Pondok Melayu 2 hanya satu-satunya tempat hiburan yang buka di deretan gang tersebut. Di ujung gang, terpampang pelang 'Majelis Taklim Al-Muttaqin' ibu-ibu di dalamnya tengah berdoa bersama.

Ibu-ibu itu tengah berdoa agar penggusuran tak terjadi. Pasalnya, mereka telah lama menggantungkan hidup di Kalijodo. Mulai dari laundry, berjualan nasi, makanan, jamu, hingga pulsa.

"Kalau ini digusur saya mau kerja apa lagi, suami saya sudah tua, anak-anak merantau jauh. Saya hanya berdagang nasi uduk di sini," ujar Lela (57) usai keluar dari acara doa bersama tersebut.

Kawasan Kalijodo tak hanya dihuni oleh para penjaja kenikmatan sesaat. Banyak warga lainnya yang bahkan sudah berkeluarga. Anak-anak mereka bersekolah di salah satu PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di samping majelis taklim itu.

Untuk menandainya, rumah atau kontrakan yang ditempati masyarakat biasa ditulis pelang 'Rumah Tangga' di depan kediaman mereka.