Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini memiliki kewenangan untuk menyadap penyelenggara negara dan para pihak yang terkait dalam tindak pidana korupsi. Namun, melalui revisi undang-undang KPK, kewenangan penyadapan itu akan dibatasi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan, saat ini KPK terus disudutkan karena memiliki kewenangan menyadap.
"Kalau diatur boleh saja terkait penyadapan, tapi ingat, bukan hanya kami yang berwenang melakukan penyadapan," ungkap Laode seperti dilansir Antara, Selasa (16/2/2016).
Baca Juga
Laode menyebutkan, Kepolisian, BNPT, Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan lainnya juga memiliki kewenangan itu, tetapi yang terus disudutkan hanya KPK. Ia mengkhawatirkan penguatan KPK berdalil revisi undang-undang justru memunculkan hal-hal yang tidak terduga.
"Yang perlu diatur sesungguhnya adalah mengenai UU tindak pidana korupsinya, bukan sebagai instansinya," kata Laode.
Senada dengan Laode, Wakil Ketua DPD Faruk Muhammad menilai jika aturan penyadapan KPK dihapus maka fungsi KPK akan habis. "Jika hanya untuk menyadap saja perlu 3 hingga 5 persetujuan dari petinggi KPK, maka koruptor bisa lepas," ucap Faruk.
Sedangkan Ketua Dewan Pembina MMD Initiative Mahfud MD menyarankan agar penyadapan yang dilakukan KPK mempunyai standar ketetapan aturan yang baku. "Standarnya harus dipenuhi, maka kalau revisi itu untuk menertibkan prosedur tidak ada salahnya," ujar Mahfud.