Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menyatakan kasus penangkapan Kepala Sub Direktorat Kasasi dan PK Direktorat Tata Laksana MA, Andri Tristianto Sutrisna oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjatuhkan institusi MA.
Apa yang dilakukan Andri dinilai telah mencoreng citra MA sebagai lembaga peradilan tertinggi.
"Kami menyadari dengan kejadian ini jelas menjatuhkan nama dari lembaga. Karena dia itu bagian dari lembaga ini," ujar Juru Bicara MA Suhadi di Gedung MA, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
MA telah memberhentikan Andri sementara. Namun, bukan tak mungkin MA akan memecat Andri. Dengan catatan, sudah ada putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
"Dia diberhentikan sementara. Nanti setelah hakim menjatuhkan hukuman dan mempunyai kekuatan hukum tetap, baru diberhentikan secara definitif," ujar Suhadi.
Ketua Kamar Pengawasan MA M Sarifuddin mengatakan, masih ada celah yang bisa dimanfaatkan para oknum seperti Andri. Celah ini yang akan menjadi konsen pihaknya untuk melakukan perbaikan ke depan.
"Masih ada celah yang bisa dimasuki seperti yang kita ketahui kemarin. Memanfaatkan celah-celah ini yang jadi konsen kita. Kita kaget juga kok bisa masuk begitu," kata Sarifuddin.
Komersialisasi Salinan Putusan Kasasi
Hakim Agung Krisna Harahap menduga, Andri telah mengkomersilkan salinan putusan kasasi. Bahkan, dia mencurigai Andri telah menjual salinan putusan kasasi seperti ini sejak lama.
"Ini tanda tanya besar, apa hanya terkait putusan saya atau putusan majelis lain yang dari dulu sudah dikomersilkan? Sebab tidak mustahil yang dimanfaatkan bukan hanya perkara ini, tetapi putusan perkara lain," ujar Krisna saat berbincang dengan Liputan6.com Rabu.
Baca Juga
Krisna mengatakan, proses keluarnya salinan putusan butuh waktu lama, karena harus melewati proses minutasi sebelum ditanda tangani majelis. Sebab, proses minutasi memang tak bisa cepat dilakukan, karena MA menangani ribuan perkara kasasi tiap tahunnya.
Saat ini, kata dia, putusan kasasi Ichsan itu masih dikoreksi. Usai dikoreksi, putusan itu nantinya perlu diperbaiki dan dikembalikan lagi ke Majelis untuk ditandatangani sebelum dikirim Panitia Muda Pidana Khusus MA ke pengadilan pengaju. Proses minutasi ini yang memakan waktu lama.
"Itu masih dalam proses minutasi. Kita banyak perkara. Ribuan. Jadi tidak bisa cepat," ujar dia.
Di sini, diduga Andri memanfaatkan proses minutasi yang butuh waktu lama itu untuk 'mengiming-imingi' pihak berperkara bahwa dia bisa menunda salinan putusan keluar. Padahal, tanpa itu semua memang proses putusan kasasi butuh waktu lama.
Juru Bicara MA Suhadi juga menyebutkan, komersialisasi salinan putusan seperti ini memang bisa dilakukan siapa pun. Jangankan Andri yang seroang Kasubdit, seorang sopir atau office boy pun juga bisa menjual informasi di sini.
"Masalah ini sopir juga bisa, OB juga bisa. Dia bisa itu untuk meyakinkan orang untuk percaya, menjual informasi," ujar Suhadi.
Pun demikian soal eksekusi terhadap Ichsan, dia mempertanyakan. Sebab, jaksa sudah bisa melakukan eksekusi kepada Ichsan, karena MA sudah mengirim petikan putusan kasasi, meski salinannya belum keluar karena harus diminutasi. Namun, sampai saat ini jaksa juga urung mengeksekusi Ichsan.
"Jadi petikan putusan itu sudah dikirim Oktober 2015. Semua perkara yang sudah ada petikan putusan itu sudah bisa dieksekusi," tegas dia.
KPK sebelumnya menangkap 6 orang pada Sabtu 13 Februari lalu. 3 Orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kasubdit Kasasi dan PK MA Andri Tristianto Sutrisna, Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi, dan seorang pengacara Ichsan bernama Awang Lazuardi Embat.
Ichsan diduga menyuap Andri melalui Awang. Dugaan suap ini bertujuan agar salinan putusan kasasi terkait perkara korupsi yang menjerat lchsan ditunda, sehingga eksekusi terhadap dirinya juga akan tertunda.
Ichsan merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan dermaga labuhan haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2007-2008. Namun hingga saat ini lchsan belum dieksekusi pihak Kejaksaan.