Sukses

Baleg Sepakat Praperadilan Masuk dalam Revisi UU Anti-Terorisme

Baleg setuju dengan revisi UU Anti-Terorisme bila kewenangannya diperluas. Namun, juga perlu ditata perlindungan HAM-nya.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Legislasi Arsul Sani mengaku sepakat dengan usulan diperlukannya praperadilan oleh pelaku terorisme. Sebab, banyak fenomena atau kejadian salah tangkap yang dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia. Terlebih, kata Arsul, belum diaturnya hak bagi terduga teroris dalam UU Anti-Terorisme.

"Pemerintah minta jadi 30x24 jam penahanannya. Lalu saya tanya upaya hukum yang dilakukan? Apa praperadilan? Dia bilang di negara mana pun ada (praperadilan) karena itu perimbangan dari kewenangan yang luas dengan perlindungan HAM," kata Arsul di ruang Baleg DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/2/2016).

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyatakan, Baleg setuju dengan revisi UU Terorisme bila kewenangannya diperluas. Namun, juga perlu ditata perlindungan HAM-nya.

Menurut dia, lembaga praperadilan tak hanya sebatas mencari tahu apakah terduga bersalah atau tidak tapi juga memastikan bahwa sudah melalui prosedur penangkapan dan penahanan yang benar.

"Hakim kan nggak hanya katakan dia benar atau salah, tapi cari tahu apa dia disiksa atau yang lain selama penahanan," ucap Arsul.

Ahli dari Belanda

DPR telah meneriman draft revisi undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindakan Terorisme dari pemerintah.

Meski belum dibagikan oleh pimpinan DPR kepada anggota, Badan Legislasi DPR langsung mengundang perwakilan dari Kedutaan Besar Belanda guna mendengarkan masukan dan saran perihal poin yang perlu diatur secara rigid dalam revisi nanti.

Ketua Baleg Supratman menuturkan, apa yang disarankan oleh perwakilan Belanda sudah sejalan dengan apa yang tertuang dalam draft revisi oleh pemerintah. Namun, ada beberapa poin krusial yang mesti dilengkapi lagi.

"Misalnya bagaimana tindakan persiapan teroris bisa dipidana yang saat ini UU terorisme belum mencakup itu. Intinya mereka yakin ternyata tindakan represif tidak akan bisa 100 persen berantas terorisme karena itu mereka sarankan dalam rangka perkuat peran kepolisian dan BNPT ke depan," ujar Supratman.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan nantinya pandangan dan masukan dari para pakar asal Negeri Kincir Angin itu akan dipertimbangkan dalam pembahasan draft revisi UU Terorisme mendatang.