Sukses

Ketika Lagu Iwan Fals Berkumandang di Kalijodo

Sejumlah ibu tampak duduk santai di depan rumahnya, sambil memperhatikan anak-anak mereka bermain kelereng.

Liputan6.com, Jakarta - "...Sampai saat tanah moyangku, tersentuh sebuah rencana, demi serakahnya kota. Terlihat murung wajah pribumi, terdengar langkah hewan bernyanyi..."

Sepenggal tembang berjudul Ujung Aspal Pondok Gede karya Iwan Fals, menggema dari sudut gang di RT 04 RW 05 Kalijodo menjelang sore.

Sejumlah ibu-ibu tampak duduk santai di depan rumahnya, sambil memperhatikan anak-anak mereka bermain kelereng.

"Biasa, setiap sore anak-anak main-main di sini," ujar Detri, warga RT 04 RW 05 Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (18/2/2016).

Bocah-bocah yang dimaksud itu Rizki, Fery, Amat, dan Jeki. Anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu memang tampak riang bermain kelereng.

Bocah-bocah polos itu bergantian menyentil kelerengnya. Kali ini, gundu milik Rizki mengenai kelereng lawan.

"Kena, kena. Sini gundu lo buat gue," kata bocah 11 tahun itu sembari mengambil kelereng punya Amat yang berhasil dikenainya.

Sistem permainan Rizki dan temannya hampir sama dengan di tempat lain. Siapa yang berhasil mengenai kelereng lawan, maka kelereng lawan menjadi milik si pemenang.

Gang tempat mereka bermain tak begitu luas. Lebarnya hanya sekitar 1,5 meter. Tapi di gang ini, mereka bisa melepas penat, usai mereka sibuk belajar di sekolah.

Namun tidak jarang, permainan Rizki dan teman-temannya harus terganggu klakson dan sepeda motor yang melintas.

"Kalau enggak main gundu, kita main bola di sana," ujar warga lainnya, Fery, sambil menunjuk gang yang sedikit lebar, dekat Jalan Kepanduan II, yang masih wilayah Kelurahan Penjagalan.

Di tengah minimnya lahan bermain anak-anak di Ibu Kota, lebar gang yang hanya bisa dilalui 1 sepeda motor itu pun menjadi berkah.

Apalagi, di Kalijodo mereka lahir, tumbuh, dan hidup laiknya anak-anak sebaya mereka. Tanah ini pula yang membawa orangtua mereka mencari penghidupan untuk pendidikan dan masa depan mereka.

Selain bermain usai pulang sekolah, Rizki dan kawan-kawan juga diharuskan belajar pendidikan agama Islam di sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD). Seminggu 6 kali mereka mengaji, kecuali Kamis, mereka libur.

"Kalau malam Jumat mereka libur ngaji. Karena jadwalnya buat ngaji ibu-ibu," ujar Detri.


Bagi Detri dan orangtua lain, pendidikan agama sangat penting, di samping pendidikan umum di sekolah. Karena itu, mereka mewajibkan anak-anak ikut mengaji.

Meski hidup di tengah kawasan lokalisasi, bukan berarti Detri dan orangtua lainnya lupa akan kehidupan anak-anak mereka. Anak-anak mereka tetap harus mengenyam pendidikan agama dan umum.

Detri dan orangtua lainnya juga tak lupa memberi waktu luang kepada anak-anak mereka untuk bermain, meski di tengah hingar bingar kehidupan Kalijodo.

Kini, Detri dan warga lainnya tengah dirundung kepelikan nasib mereka. Mereka harus meninggalkan tempat tinggal mereka yang sudah puluhan tahun mereka tinggali.

Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengirim surat peringatan pertama atau SP 1 kepada seluruh warga Kalijodo, untuk segera meninggalkan tanah negara itu.

Masa tenggang ultimatum pertama itu 7 x 24 jam, sebelum SP 2 dan SP 3 dikeluarkan. Artinya, hanya tinggal hitungan hari lagi Detri dan warga lain harus angkat kaki dari Kalijodo.

Apa yang ada di benak Detri bersama warga lain mungkin tak dirasakan Rizki dan teman-temannya. Bocah-bocah polos ini masih  saja tertawa riang sambil bermain, meski tak lama lagi tembok-tembok rumah mereka bakal dihancurkan.

Rizki dan teman-temannya seolah tak peduli harus berpisah dengan para sahabat kecilnya nanti. Mereka juga tak mempersoalkan tempat bermain mereka ini bakal lenyap tinggak kenangan, kelak.

"Kalau digusur saya ikut emak bapak saja. Tapi nanti saya misah sama anak-anak. Fery katanya mau pulang kampung ikut keluarganya. Amat sama Jeki enggak tahu kemana," ujar Rizki menggenggam 2 kelereng hasil 'kemenangannya'.

Azan Asar sebentar lagi berkumandang. Tembang Ujung Aspal Pondok Gede itu masih berputar dari ponsel milik suami Detri, mengiringi Rizki dan teman-temannya bermain.

‎"...Di depan masjid, samping rumah wakil pak lurah, tempat dulu kami bermain, mengisi cerahnya hari..."

"...satu per satu sahabat pergi, dan tak kan pernah kembali‎..."