Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara terkait revisi UU KPK. Dia mempertanyakan tujuan revisi tersebut. Sebagai pendukung KPK, dia siap membela lembaga antirasuah itu.
"Kalau saya menyampaikan pandangan saya ini dan niat saya untuk kebaikan. Ada kelemahan dan kekurangan KPK. Tetapi pertanyaannya adalah, kalau harus ada perbaikan di tubuh KPK, apakah otomatis caranya dengan melakukan perubahan undang-undang?" tanya SBY di Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (20/2/2016).
"Revisi, apanya yang direvisi? Kewenangannya kah, atau akuntabilitasnya kah? Atau justru harus bebas dari campur tangan dari pihak mana pun itu yang diatur mestinya," tanya dia, lagi.
SBY juga mempertanyakan terkait rencana pembuatan dewan pengawas lembaga antikorupsi tersebut, yang tercantum dalam draf revisi UU KPK.
"Dewan pengawas hakikatnya yang selama ini sebagai pengontrol, apakah justru itu tidak mengganggu independensi KPK dalam sistem penegakan hukum? Lantas siapa pengontrol itu? Siapa yang duduk di lembaga pengontrol itu, siapa yang membentuk? Itu harus jelas," kata dia.
"Kalau dewan pengawas ada yang mengatakan, 'Ah itu kan semacam komisi etik'. Komisi etik itu tugasnya jelas, ruang lingkupnya jelas, tidak juga menjadi menjelma di lembaga pengontrol," sambung SBY.
Transparan
Baca Juga
Jika memang revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR, menurut SBY, seharusnya pembahasan internal DPR lebih matang, tuntas, dan tidak tergesa-gesa. Karena rakyat perlu transparansi, apakah revisi ini inisiatif DPR atau pemerintah.
"Rakyat ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi, kalau ini usulan DPR. Apakah materi sudah dibicarakan dengan semua fraksi duduk bersama. Lihat one by one, lihat konsekuensinya, urgensinya, logikanya," kata dia.
"Bagaimana implementasinya nanti dalam praktik? Sudahkah ke situ sebelum ditentukan sebagai RUU. Usulan atau inisiatif DPR dan kemudian dibahas bersama pemerintah itulah sistem yang berlaku," imbuh SBY.
Advertisement
Pria yang mengenakan batik biru itu mengatakan, revisi UU KPK harus jelas ke mana arah dan tujuannya. Agar tidak ada keraguan di masyarakat dan menimbulkan spekulasi.
Baca Juga
"Apakah ide konsep revisi sudah dibicarakan dengan publik karena rakyat ingin tahu. Kalau rakyat tidak tahu pasti curiga, kemana arahnya ini, jangan-jangan melemahkan KPK," kata SBY.
Menurut SBY, revisi UU KPK adalah urusan maha penting sebelum ditetapkan secara tergesa-gesa oleh sebuah lembaga. Apalagi lembaga politik dan tidak mengajak publik melihatnya secara jernih.
Revisi UU KPK ini, lanjut SBY, harus dibicarakan baik-baik, jangan terkesan dipaksakan. Termasuk, mendengarkan beragam pandangan yang jernih dan rasional.
"Kita tidak boleh salah dan harus cermat, marilah kita bantu presiden, pemimpin kita, DPR RI agar tidak salah dalam tindakannya," imbau dia.
Demokrat Menolak
SBY mengaku bertanggung jawab atas pengambilan keputusan revisi UU KPK melalui Partai Demokrat. Demokrat telah melakukan pembahasan serius, sungguh-sungguh dan mendetail.
"Saya pimpin sendiri. Saya bertanggung jawab terhadap posisi Demokrat di DPR RI. Karena saya pimpin sendiri membahas draf yang dibuat oleh DPR RI ini. Saya baca, kami baca tentang dewan pengawas, penyadapan, penyitaan, dan urusan penghentian penyelidikan atau pun penghentian penuntutan (SP3)," papar dia.
Partai Demokrat dan SBY sendiri berpendapat, draf revisi UU KPK yang disusun DPR, terdapat teks yang justru bisa melemahkan KPK. Karena bisa menimbulkan dualisme, konflik otoritas di tubuh KPK, dan bisa membuka ruang intervensi kekuasaan.
"Bagaimana praktiknya nanti bisa menimbulkan ruang intervensi. Oleh karena itu, kami (Partai Demokrat) menolak dan tidak setuju denga draf revisi UU KPK. Yang disiapkan sekarang ini dan suara ini akan kami bawakan pada rapat paripurna DPR minggu depan, Selasa depan," tutup SBY.