Liputan6.com, Jakarta - Sidang praperadilan yang diajukan Jessica Kumala Wongso hanya berlangsung sekitar 30 menit. Praperadilan ini dimohonkan terkait penahanan Jessica oleh Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Dalam sidang ini, tim kuasa hukum Jessica‎ meminta Hakim Tunggal I Wayan Merta menerima permohonan praperadilan ini, serta menyatakan penahanan Jessica tidak sah.
"Sudilah Majelis Hakim menyatakan 3 amar putusan menerima pemohonan semua pemohonan praperadilan ini, menyatakan penahanan tersangka Jessica Kumala Wongso tidak sah dan membatalkan statusnya karena tidak sah dan tidak konkrit, serta mengeluarkan Jessica dari Rutan Polda Metro Jaya. Atau apabila mohon putusan yang seadil-adilnya," ujar kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam, saat membacakan pokok permohonan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Baca Juga
Hidayat juga menyampaikan 21 poin alasan permohonan praperadilan ini, yakni:
1. Bahwa semula adanya surat panggilan tanggal 8 Januari 2016 dari Polsek Metro Tanah Abang, pemohon Jessica Wongso dipanggil Polsek Metro Tanah Abang untuk diperiksa sebagai saksi, Senin 11 Januari 2016‎.
2. Bahwa surat panggilan tersebut didasari adanya temuan wanita bernama Wayan Mirna Salihin pada Rabu 6 Januari 2016 di meja nomor 54 di Cafe Olivier. Dalam keadaan sampai Rumah Sakit Abdi Waluyo meninggal dunia sekira pukul 18.00 WIB.
3. Bahwa dalam laporan itu bukan bukti permulaan, karena tidak ada namanya Jessica sebagai terlapor, maka terlapor polisi yang dimaksud tidak dapat dijadikan sebagai bukti permulaan sebagai satu alat bukti sebagaimana Pasal 1 angka 21 diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
4. Bahwa ada asas lex superiori derogat legi inferiori, yang artinya undang-undang yang dibuat penguasa yang lebih tinggi kedudukannya, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. Undang-undang yang lebih rendah, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi tingkatannya. Jadi KUHAP tentang hukum acara pidana, mengenyampingkan semua peraturan lebih rendah. Khususnya Pasal 1 angka 21 Peraturan Kapolri Nomor 14 Ttahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Di dalam KUHAP menyatakan, laporan polisi bukan suatu bukti permulaan‎.
5. Dari Artidjo Alkostar dalam Rapat Kerja Nasional tanggal 6 Oktober 2009 menuliskan tema penegakan hukum pidana, salah satunya kejahatan terhadap azas hukum atau pidana sehingga peraturan pemikiran dalam hukum.
6. Bahwa pada tanggal 10 Januari 2016 sekitar pukul 20.30 WIB, datanglah segerombolan polisi dari Polda Metro Jaya Unit 1 Jatanras ke rumah orang tua Jessica di Sunter tanpa dilengkapi surat-surat dan melakukan interogasi, serta melakukan penggeledahan seluruh isi rumah tanpa dilengkapi surat izin Ketua Pengadilan setempat atau PN Jakarta Utara. Atas perbuatan tersebut, Termohon praperadilan melakukan perbuatan bertentangan dengan Pasal 33 angka 1 KUHAP.
7. Segerombolan polisi, Termohon praperadilan tersebut sekitar 20 orang langsung menyatakan perkara Wayan Mirna Salihin diambil alih penyidikannya oleh Polda Metro Jaya Unit 1 Jatanras untuk menindaklanjuti laporan Polsek Tanah Abang.
‎
8. Pemohon praperadilan dibawa ke Polda Metro Jaya sampai pukul 04.30 WIB pagi tanggal 11 Januari 2016.
9. Tanggal 11 Januari, sekitar 10.30 WIB Pemohon diminta untuk memperagakan pra rekonstruksi di resto Olivier hingga selesai.
10. Dari fakta hukum rekonstruksi tersebut Pemohon diperiksa sebagai saksi pada tanggal 19 Januari pukul 13.00-02.00 WIB.
11. Tanggal 26 Januari Pemohon praperadilan dicekal pengadilan di mana diajukan oleh Termohon kepada Dirjen Imigrasi untuk pencekalan selama 6 bulan ke depan. Padahal pemohon seharusnya masih sebagai saksi. Dalam hal ini Termohon telah menyalahgunakan kewenangannya.
12. Pemohon ditetapkan tersangka dengan Pasal 340 juncto Pasal 338 KUHP dan langsung diberi surat penangkapan.
13. Tanggal 30 Januari 2016 termohon praperadilan melakukan penahanan selama 20 hari dengan memberikan surat penahanan.
14Â Bahwa 30 Januari 2016 termohon memberitahukan adanya penahanan terhadap pemohon kepada keluarga tersangka Jessica dengan surat nomor B11/22/1 2016 Reskrimum.
15. Bahwa yang dimaksud atas peristiwa pidana, sebab pengertian konkret suatu peristiwa hanya kejadian tertentu misal matinya orang. Peristiwa itu tidak dilarang, hukum pidana tidak melarang adanya orang mati, tapi karena orang lain, jika karena keadaan alam, maka peristiwa itu tidak penting bagi hukum pidana, tidak juga karena binatang, baru kalau ada hubungan dengan kelakuan orang lain, peristiwa hukum pidana itu menjadi penting.
16. Bahwa pemohon sama sekali tidak berbuat meracuni kopi dengan sianida, Rabu 6 Januari 2016 di meja nomor 4 di Cafe Olivier, West Mall Grand Indonesia, Jakpus. Pemohon dalam peristiwa tersebut tidak meracuni, pemohon sama sekali tidak melakukan.
17. Menurut Mabes Polri racun sianida tersebut sebanyak 15 gram per liter. Ini racun sangat dahsyat, mengapa Wayan Mirna tewas, dan Hannie minum kopi yang sama ternyata tidak tewas, padahal pegawai juga tidak tewas. Ada apa dengan semua itu?
18. Tidak ada bukti kuat dan konteks kelakukan pemohon melakukan peristiwa pidana mengeluarkan sidanida di Cafe Olivier.
19. Bahwa dalam pidana azas pembuktian pidana terletak pidana lengidik status tersangka karena adanya dasar hukum Pasal 66 KUHAP, tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian. Silakan dibuktikan pembuktian konkret, biarlah hakim yang menilai dan memutuskan.
20. Bahwa peradilan termohon tidak sah dalam persidangan ini telah melakukan pelanggaran HAM yang berat karena pemohon ditahan 20 hari dan dicekal.
21. Bahwa dari alasan tersebut di atas semoga PN Jakpus mengabulkan berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang tentang praperadilan dasar hukum dan berdasarkan Pancasila.
Adapun, kuasa hukum Jessica Wongso menyatakan, tidak akan ada lagi perubahan dalam permohonan ini. Sehingga Hakim Tunggal menunda sidang sampai besok pukul 09.00 WIB.
"Baik sidang selanjutnya untuk jawaban dari termohon. Sidang ditunda besok, Rabu 24 Januari 2016 pukul 09.00 WIB," ujar Majelis I Wayan Merta.