Sukses

Penunjukan Nurdin Halid Sebagai Ketua SC Munas Menuai Penolakan

Rapat DPP Golkar menujuk, Ketua Penyelenggara Munas, Theo L Sambuaga, Ketua SC, Nurdin Halid dan Ketua OC, Zaenuddin Amali.

Liputan6.com, Jakarta - Terpilihnya Nurdin Halid sebagai Ketua SC Munas Golkar 2016 mendapat kritikan dari sejumlah kader berlambang partai beringin itu. Karena, Ketua SC Munas, seharusnya ditunjuk sesuai Tugas Pokok dan Fungsi pembidangan yang menangani urusan organisasi.

"Jadi bukan orang yang pernah menjadi SC. Kadi wajar jika sebagian besar peserta Rapat Harian DPP Partai Golkar keberatan atas usulan, Nurdin Halid sebagai Ketua SC," ujar Wakil Sekjend DPP Partai Golkar Munas Riau Ahmad Doli Kurnia melalui keterangan tertulisnya, Rabu (24/02/2016).

Sebelumnya, Rapat Harian DPP Partai Golkar pada Selasa (23/2) malam telah menghasilkan kesimpulan salah satunya mengusulkan Ketua Penyelenggara Munas, Theo L Sambuaga, Ketua SC, Nurdin Halid dan Ketua OC, Zaunudin Amali.

Menurut Doli, Waketum Bidang Organisasi, Ketua Bidang Kaderisasi, dan Ketua Bidang Organisasi DPP Partai Golkar adalah orang yang tepat ditunjuk sebagai Ketua Penyelenggara, Ketua SC, dan Ketua OC.

 



Karen itu, lanjut Doli, untuk memenuhi prinsip berkeadilan, maka sebaiknya pimpinan panitia diberi kesempatan bukan kepada orang yang sudah pernah bahkan sering menjadi panitia.

"Ada 31 Ketua Bidang dan Wakil Sekjend yang ada dalam DPP PG Hasil Munas Riau yang juga punya kompetensi dan bisa dijadikan pimpinan panitia penyelenggara Munas," ujar dia.

Doli mengakui sebagian besar peserta Rapat Harian DPP Partai Golkar keberatan atas usulan, Nurdin Halid sebagai Ketua SC.

Menurut dia, semua keputusan Rapat Harian akan dibahas kembali dan diputuskan pada Rapat Pleno pada Rabu (24/2) sore termasuk terkait posisi SC.

"Panitia dibentuk oleh DPP untuk menyelesaikan persiapan teknis penyelenggaraan Munas dan bertanggung jawab kepada DPP," kata dia.

Karena itu dia menilai perlu dipertegas dan dirinci mekanisme proses pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh panitia, yaitu dengan mengakifkan Rapat Pleno yang akan menjadi tempat panitia melaporkan kerjanya.

"Laporan itu kemudian dikritisi, dan diputuskan sebagai keputusan organisasi/DPP. Ini jelas akan mengurangi distorsi atau penyalahan kewenangan dari individu-individu atau kolektif panitia," tandas Doli.