Sukses

Pengacara Jadi Tersangka di KPK, Peradi Siap Pecat Anggotanya

Salah satu tersangka dalam kasus ini merupakan seorang advokat, yakni Awang Lazuardi Embat, anggota DPN Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap terkait penundaan salinan putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Penyidik KPK pun memeriksa Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat lndonesia (Peradi) Victor W Nadapdap, sebagai saksi untuk tersangka Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA, Andri Tristianto Sutrisno.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, pemeriksaan tersebut untuk meminta keterangan demi mencari tahu mengenai kode etik advokat.

Diketahui, salah satu tersangka dalam kasus ini merupakan seorang advokat, yakni Awang Lazuardi Embat. Awang sendiri merupakan advokat di bawah DPN Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan.

"Kita minta keterangan Peradi, termasuk salah satunya untuk mengetahui kode etik pengacara," ujar Priharsa di Jakarta, Kamis (25/2/2016).

 

Sementara itu, usai menjalani pemeriksaan, Victor menegaskan bisa saja memecat Awang dari organisasi profesi Peradi.

"Dalam aturan kita, kalau advokat yang mendapat hukuman 4 tahun atau lebih akan diberhentikan dari anggota Peradi. Kalau putusan sudah inkrah dan diserahkan ke kita (Awang) bisa kita berhentikan dari anggota secara permanen," ungkap Victor.

Suap Petikan Kasasi

KPK menangkap tangan 6 orang pada Sabtu 13 Februari. ‎3 Orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kasubdit Kasasi dan PK MA Andri Tristianto Sutrisna, Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi, dan seorang kuasa hukum Ichsan bernama Awang Lazuardi Embat.

Ichsan diduga memberikan suap kepada Andri melalui Awang. Suap diberikan dengan tujuan agar petikan putusan kasasi terkait perkara yang menjerat lchsan ditunda, sehingga eksekusi terhadap dirinya juga akan tertunda.

Ichsan diketahui merupakan terpidana kasus pembangunan Dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tahun 2007-2008. Namun hingga saat ini lchsan belum dieksekusi oleh pihak kejaksaan.