Sukses

Galau Jokowi Melihat Menteri Bersilat Lidah

Jokowi tak bisa menyembunyikan kegalauan akan ulah para menteri tersebut, karena tidak sepatutnya perbedaan disampaikan secara terbuka.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi sedang galau. Orang-orang pilihan yang dia kumpulkan dalam Kabinet Kerja ternyata tak bisa menyenangkan hatinya. Padahal, sebagai menteri mereka sudah dipilih melewati seleksi yang ketat.

Alih-alih melaksanakan perintah Presiden selaku atasan, sejumlah menteri Kabinet Kerja ternyata lebih suka berebut pamor dengan saling serang sesama menteri. Tak jarang pembantu Presiden itu saling serang di media sosial dan disaksikan oleh publik.

Jokowi pun tak bisa menyembunyikan kegalauannya akan ulah para menteri tersebut. Menurut Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi, hal ini sangat disayangkan oleh Jokowi karena tidak sepatutnya perbedaan disampaikan secara terbuka.

"Presiden cukup prihatin terhadap beberapa peristiwa belakangan ini di mana seolah-olah antarmenteri itu sudah saling menyerang di ranah publik. Baik melalui media sosial maupun secara terbuka, itu di-sharing pada publik. T‎entunya Presiden tidak happy situasi yang seperti itu," ujar Johan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/3/2016).

Jokowi, menurut Johan, tidak pernah melarang silang pendapat dalam memandang suatu program di pemerintahan. Namun, perbedaan tersebut semestinya disampaikan di dalam ruang rapat di sidang kabinet.

Suasana Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/11/2015). Sidang membahas APBN 2016, Persiapan Pilkada Serentak, dan Paket Kebijakan Ekonomi VI. (Liputam6.com/Faizal Fanani)

"Presiden menegaskan, tolong ini dihentikan. Perdebatan itu hanya ada di ruang rapat terbatas atau hanya di rapat kabinet. Ini sudah pernah disampaikan oleh Presiden dengan bahasa jangan gaduh di luar," ucap dia.

Segera Panggil Menteri

Jokowi juga meminta agar silang pendapat yang berujung pada perang argumen antar beberapa menteri dihentikan. Perang argumen yang terjadi justru membuat citra pemerintah di masyarakat menjadi buruk.

"Presiden marah dengan situasi yang terjadi belakangan ini, yang terlihat semakin meruncing bahkan masuk pada perseteruan antarmenteri yang bersifat menyerang pribadi. Jadi kembali ditegaskan oleh Presiden, cukup, hentikan itu kepada siapa pun pembantunya," tegas Johan.

Karena itu, Jokowi akan segera memanggil sejumlah menteri yang selama ini dinilai telah mempertontonkan silang pendapat di ranah publik.

"Tidak‎ hanya 2 menteri, tapi ada beberapa menteri yang juga bersilang pendapat secara terbuka. Ini tidak etis bahasanya, tidak elok lah," ujar Johan.

Selain itu, silang pendapat yang terjadi juga akan menjadi bahan evaluasi Jokowi untuk menilai kinerja menteri-menterinya.

Menpan-RB Yuddy Chrisnadi  berbincang dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry M. Baldan sebelum rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/9/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Evaluasi tidak hanya pada satu titik dan waktu tertentu, tapi sepanjang kegiatan atau kinerja menteri itu. Evaluasi dalam bentuk apa, saya kira Presiden yang tahu," ucap Johan.

Johan yakin, Jokowi mempunyai metode penyelesaian persoalan terkait perseteruan para menterinya. ‎"Paling tidak tadi disampaikan akan dimintai penjelasan masing-masing," pungkas Johan. ‎

Silat Lidah Para Menteri

Sejumlah silang pendapat memang terjadi di Kabinet Kerja. Di antaranya beda pendapat antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Maritim Rizal Ramli mengenai Blok Masela. Sudirman dalam sebuah kesempatan mendukung kilang gas Masela terapung di laut.

Sementara Rizal Ramli menginginkan agar pembangunan kilang gas di darat karena dianggap memberikan dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat. Selain itu, pembangunan kilang gas di darat berbiaya lebih murah.

Silang pendapat juga terjadi antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengenai kebijakan impor beras. Amran mengatakan, selama setahun kepemimpinannya, Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Namun, Thomas Lembong justru mengatakan pemerintah masih bernegosiasi terkait rencana impor beras dari Vietnam dan Thailand.

Terakhir, polemik antara Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Marwan Jafar dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung terkait pernyataan Marwan yang meminta agar Direksi Garuda Indonesia diganti karena dia mengalami delay saat menumpang Garuda dan mendapatkan perlakuan mengecewakan.

Suasana rapat di Istana Bogor antara Presiden Joko Widodo dengan Menteri Kabinet Kerja, Jawa Barat, Senin (16/2/2015). Rapat tersebut membahas tiga bulan kinerja Kabinet Kerja Jokowi(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tak lama setelah pernyataan tersebut, Pramono Anung menyindir melalui media sosial dengan mengatakan bahwa saat ini masih ada pejabat yang minta dilayani berlebihan.

Hanya Soal Sudut Pandang

Wakil Presiden Jusuf Kalla tak membantah tentang kondisi Kabinet Kerja tersebut. Namun, ia menggarisbawahi perbedaan tersebut karena sang menteri menjalankan tugas dan melihat dari sudut pandang kementeriannya.

"Misalnya dalam hal pangan, tentu terjadi pandangan dari sisi pertanian dan perdagangan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jumat 29 Januari 2016.

Perbedaan soal impor pangan juga ditunjukkan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong. Tapi, hal itu dianggap sudah selesai karena Presiden Jokowi sudah turun tangan.

"Programnya harus saling mengisi antara pertanian dan perdagangan tentunya, kemarin sudah dijelaskan oleh Presiden harus begini," kata JK.

Beda pandang juga ditunjukkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan soal perizinan kereta cepat. Di satu sisi, Rini mendorong percepatan proyek. Namun, Jonan berusaha menjaga agar tidak ada hal yang dilanggar.

(Ki-ka) Menko Maritim Rizal Ramli, Menko PMK Puan Maharani, Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan bersiap mengikuti rapat kerja dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)

"Kalau soal kereta cepat, sebenarnya itu sama saja menjalankan tugas masing-masing, yang dibutuhkan koordinasi lebih baik," ujar mantan Ketua Umum Golkar itu.

"Para menteri itu berusaha menjaga betul aturan itu berjalan, sehingga nampaknya terjadi perbedaan, tapi pada dasarnya perbedaan itu karena tugas masing-masing memang berbeda," tambah JK.

JK juga menegaskan perbedaan yang ditunjukkan antar menteri tidak akan buat kegaduhan politik. Hal ini akan diselesaikan dalam rapat-rapat. "Sudah dikumpulkan selalu dalam rapat terbatas agar semua harus saling konsultasi," pungkas JK.

Yang jelas, kita tunggu aksi Jokowi menghilangkan galau yang dirasakan. Ini juga akan menjadi pembuktian bagi Presiden tentang sejauh mana para menteri memahami prinsip bahwa mereka adalah pembantu Presiden, yang punya garis batas yang tegas dalam bertindak. Mana yang sesuai arahan dan mana yang tidak.