Liputan6.com, Jakarta - Gerhana matahari total (GMT) terjadi di sejumlah wilayah Indonesia Rabu pagi tadi. Gerhana matahari terjadi dengan durasi beragam.
Di Indonesia, ada 12 provinsi yang dapat melihat jelas fenomena ini, yakni Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Baca Juga
Tidak hanya fenomena hilangnya sinar matahari, gerhana juga memunculkan sejumlah fakta ajaib di sejumlah wilayah yang dilalui.
Advertisement
Berikut 3 fenomena ajaib yang muncul saat gerhana matahari yang dirangkum Liputan6.com:
1. Laut Muba Seperti Terbelah
Fenomena alam menakjubkan terjadi saat gerhana matahari total di Maba, Maluku Utara, pada Rabu pagi tadi. Laut di dermaga Kota Maba tiba-tiba surut sehingga membentuk daratan kering yang menghubungkan Pulau Halmahera dengan Pulau Mobon yang terpisah sekitar 400 meter.
Samsul Bahri, 42 tahun, yang berada di dermaga mengatakan fenomena itu terjadi seperti lautan yang terbelah. Warga pun ketakutan. Apalagi, dia melanjutkan, langit mendadak gelap lantaran gerhana matahari total.
"Warga berlari menjauhi laut karena menyangka ada tsunami," ujar Samsul di Maba, Maluku Utara, Rabu (9/3/2016).
Menurut dia, tidak ada keributan yang terjadi ketika warga berlari panik melihat air laut yang surut. Warga, kata dia, hanya berlari kecil tanpa berteriak.
Samsul sendiri berlari menuju jembatan yang terletak 100 meter dari dermaga. Di dermaga, dia berhenti sejenak karena langit kembali terang. Dia juga menyaksikan daratan yang mengering kembali terisi air laut.
Dermaga menjadi lokasi penyelenggaraan festival gerhana matahari. Ratusan orang memadati lokasi itu. Berbagai penampilan kesenian ditampilkan pemerintah daerah untuk warga Maba dan para turis. Fase totalitas gerhana matahari di Maba sendiri berlangsung selama 3 menit 20 detik.
Advertisement
2. Perilaku Hewan Berubah
Gerhana matahari total ternyata mengubah perilaku sejumlah hewan. Terutama, hewan yang biasa beraktivitas pada siang hari.
Hal tersebut diungkapkan Peneliti LIPI Bidang Laboratorium Nutrisi dan Penangkaran Satwa Liar Pusat Penelitian Biologi LIPI, Wartika Rosa Farida, ketika meneliti perilaku beberapa hewan saat berlangsungnya gerhana matahari di Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu pagi (9/3/2016).
Kategori hewan yang diamati ialah nokturnal atau yang aktif pada malam hari dan diurnal atau yang aktif pada siang hari.
Meski gerhana matahari di Bogor hanya tertutup 90 persen, secara umum beberapa hewan mengalami perubahan perilaku saat gerhana. Seperti kukang dan tupai yang memperlihatkan aktivitas agresif saat matahari tertutup.
Begitu juga untuk hewan jenis burung mengalami perubahan, seperti mencari perlindungan saat terjadi gerhana matahari.
Hal itu karena saat cahaya hilang, lanjut Rosa, burung merasakan suasana seperti malam hari sehingga hewan itu menghentikan aktivitasnya, seperti berkicau.
"Meskipun hanya beberapa saat, namun beberapa hewan terkecoh atas adanya perubahan cahaya yang berlangsung tadi," kata Rosa.
Perubahan ini, kata dia, disebabkan lantaran insting hewan. Ketika gerhana, langit terlihat gelap dan menyerupai malam membuat hewan yang biasa beraktivitas di siang hari akan berubah.
Ia menambahkan matahari menjadi alarm tubuh atau jam biologis bagi hewan untuk beraktivitas. Rosa menjelaskan, perubahan perilaku binatang juga bisa dijadikan sebagai tanda untuk mengetahui peristiwa alam lainnya, seperti gempa, gunung meletus, hingga tsunami.
"Ya karena binatang memiliki insting yang kuat dan sensitif serta terbiasa dengan siklus alam yang terjadi," kata Rosa.
Gerhana matahari mulai terlihat di Bogor, Rabu pada pukul 07.00 WIB pagi. Suasana gelap mulai terlihat di langit Bogor sekitar pukul 07.15 WIB.
3. Guntur Menggelegar
Gerhana matahari di Kota Pontianak, Kalimantan Barat tidak terlihat pagi tadi. Mendung menyelimuti kota tersebut dan membuat warga kecewa tidak bisa menyaksikan fenomena langka tersebut.
Dini hari tadi, Rabu (9/3/2016), suara guntur menggelegar membelah kesunyian di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Beberapa jam kemudian, hujan deras membasahi bumi Khatulistiwa ini dari pukul 03.00 WIB hingga 05.00 WIB.
"Ini air hujan saya tampung pakai tong besar. Sebelum hujan ada suara guntur besar sekali. Memecah kesunyian dini hari. Kemarin juga ada hujan," tutur Sumardin, warga Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak.
Letak rumah kakek berusia 60 tahun itu hanya beberapa meter dari tugu Khatulistiwa atau Equator Monument yang terletak di Jalan Khatulistiwa, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak.
"Kadang hujan, kadang panas menyengat kulit. Karenakan kita di sini di titik nol garis Khatulistuwa," tutur Sumardin yang mengakui perubahan alam itu terjadi sebulan hingga gerhana matahari total hari ini.
Di tepian Sungai Kapuas juga terlihat jelas perubahan air yang naik ke permukaan dari hari biasanya. Hal itu juga dikhawatirkan warga setempat. Sebab, ketinggian air bisa mencapai 1 meter.
"50 cm-100 cm tinggi debit air Sungai Kapuas. Sampai jalan gang juga ikut terendam hingga 50 cm," ucap Sumardin.
Sumardin menuturkan, sekitar pukul 05.00, banyak warga yang mendatangi Tugu Khatulistiwa. Mereka terdiri dari anak kecil hingga dewasa.
"Saya lihat tadi jam 5 sudah banyak yang berolahraga. Anak kecil sampai dewasa yang saya liat," kata Sumardin.
Advertisement