Sukses

Teror Lada dan Ketumbar di Dapur Kita

Meski sering diungkap, tetap saja peredaran bumbu dapur berbahaya nekat beredar di pasaran.

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini Sub Direktorat Industri dan Perdagangan (Subdit Indag) Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar praktik perdaganga bumbu dapur berbahaya. Bagaimana tidak, bumbu-bumbu tersebut jatuh ke tangan konsumen dalam kondisi bercampur zat kimia.

Praktik culas tersebut terbongkar setelah aparat menggeledah sebuah bangunan di kawasan Pergudangan Kosambi Permai, Tangerang, Banten, Senin (15/2/2016)

Di lokasi penggerebekan, petugas menemukan 30 jeriken zat kimia hidrogen peroksida (H2O2), dan 14 kilogram zat sodium bicarbonate (NaHCO3). Zat-zat tersebut diduga digunakan sebagai bahan mencampur ketumbar dan lada agar terlihat lebih putih dan bersih.

Bila sudah begitu, bandar meraup untung. Sementara masyarakat yang kadung mengonsumi lada dan ketumbar terserang penyakit. Mulai dari perut kembung bersifat ringan sampai tinggi, hingga terserang kanker.

"Ini akan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan, jangka pendek maupun jangka panjang," terang Kepala Subdit Indag Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Agung Marlianto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (10/3/2016).

Lalu, zat-zat kimia tersebut digunakan untuk apa?

Dalam praktiknya, H2O2 biasa digunakan untuk menghilangkan jamur, memutihkan gigi, memutihkan pakaian, bahkan membuat roket. Sedangkan NaHCO3 boleh digunakan untuk bahan pangan dengan catatan tak melebihi ambang batas atau takaran.

"Senyawa tersebut tidak boleh sama sekali digunakan untuk tambahan pangan. Sodium bicarbonate itu masih boleh, tapi ada ambang batasnya," kata Agung.

2 dari 3 halaman

Merica Palsu dari Semen


Temuan bumbu dapur bercampur bahan kimia bukan pertama kali terjadi. Jauh-jauh hari polisi juga mengungkap temuan serupa.

Akhir Februari 2016, bumbu dapur diduga palsu ditemukan di Bogor. Beruntung, pedagang Pasar Dramaga yang awas dengan gerak-gerik pria yang menawarkan bumbu dapur palsu.

Adalah Budi Herianto, seorang pedagang sembako yang melaporkan temuan tersebut. Dia melaporkan temuan itu kepada kepolisian setempat.

"Setelah kami cek, memang benar merica itu palsu," kata Kapolsek Dramaga AKP Syaifuddin Gayo, Rabu 17 Februari 2016.

Petugas Kepolisian langsung mengamankan merica seberat 27 kilogram yang ditinggalkan seorang penjual merica palsu itu, di atas motor Supra X bernopol E 5950 BF.

Saat dicek, merica ini memiliki tekstur sangat keras, berwarna kusam, dan tidak mengeluarkan aroma khas.

"Merica ini sulit diulek, seperti ada campuran dari semen," kata Gayo.

Awal Maret 2016, Polres Cirebon Kota mengungkap praktik peredaran merica palsu yang diproduksi di sebuah rumah di kawasan Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Penyelidikan kepolisian, tersangka berinisial S itu sudah menjalankan bisnis nakalnya itu sejak setahun lalu.

Dari keterangan tersangka, dia menyasar peredaran merica palsu tersebut ke sejumlah pasar tradisional di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) hingga ke perbatasan Jawa Tengah.

Pengakuan tersangka, dia mencampur seluruh bahan baku seperti nasi aking, cabai busuk dan rempah kedaluwarsa, serta kulit ketumbar untuk kemudian dikeringkan.

3 dari 3 halaman

Omzet Ratusan Juta

Terungkapnya peredaran lada dan ketumbar dengan zat pemutih baju di Banten bikin geleng-geleng kepala. Hasil penyelidikan kepolisian, omzet yang didapat pelaku dari bisnis curangnya mencapai Rp 100 juta per bulan.

"Tahun 2008 (tersangka mulai mencampur lada dan ketumbar dengan zat kimia), cukup lama. Dengan omzet Rp 100 juta per bulannya," ujar Agung di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (10/3/2016).

Agung mengatakan tersangka E memiliki 26 karyawan serta 3 pabrik yang sekaligus dijadikan gudang penyimpanan lada dan ketumbar berpemutih. 1 dari 3 pabrik tersangka E diketahui tidak memiliki izin usaha alias ilegal.

"Jadi ada 3 tempat yang kita geledah, yang 2 ada izin dan yang 1 tidak ada izin," kata Kepala Subdit Indag Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Agung Marlianto.

Polisi menetapkan pemilik pabrik berinisial E sebagai tersangka. Pria 44 tahun itu mengaku mencampurkan 8 ons NaHCO3 dan 20 kilogram H2O2 setiap kali memproduksi 500 kilogram lada. Usai dicampur, lada didiamkan selama 2 hari, sehingga kotoran yang menempel lepas.

Setelah kotoran lepas, lada dianginkan dengan kipas, lalu dikemas dalam karung 25 kilogram dan diedarkan di Jabodetabek, Cirebon, Jawa Tengah, Banten dan Lampung. Polisi menjerat pengusaha rempah berbahaya itu dengan Pasal 110 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dengan ancaman kurungan penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Video Terkini