Liputan6.com, Jakarta - Penemuan limbah kabel di gorong-gorong Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, membuka fakta lemahnya pengawasan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengawasan dan pemeliharaan saluran air di sekitar Istana Merdeka. Â
Hal tersebut yang juga menjadi celah para pencuri kabel tembaga dan timah milik PLN yang tertanam di dalam saluran air. Barang berharga yang sudah tidak terpakai dan tertanam puluhan tahun di dalam tanah.
Kapolda Metro Jaya Inspktur Jenderal Tito Karnavian menilai, Pemprov perlu melakukan pengawasan drainase secara rutin agar peristiwa serupa tidak terulang. Dia yakin, jika pemeliharaan dan pengawasan saluran drainase ditingkatkan maka kemungkinan adanya sampah atau limbah yang menyumbat nihil.
Baca Juga
"Sehingga bila terjadi kemampatan cepat untuk diangkat, termasuk kalau ini dilakukan maka pelaku pencurian otomatis tidak akan melakukan, karena di waktu tertentu akan diawasi oleh petugas yang masuk ke sana," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya, Jumat (11/3/2016).
Adapun alasan para kontraktor meninggalkan begitu saja kabel-kabel tidak terpakai dan menjadikan sasaran pencuri, adalah karena faktor mahalnya biaya pengangkatan kabel bekas tersebut.
Mantan Kapolda Metro Jaya dan Asisten Perencanaan Kapolri ini berharap, para pemangku kepentingan di Jakarta untuk membuat regulasi mengenai proyek pembangunan yang menggunakan jaringan bawah tanah.
Misalnya, DPRD menerbitkan Peraturan Daerah atau Gubernur mengeluarkan Pergub yang mengatu jaringan bawah tanah.
"Kalau tidak, di bawah tanah DKI ini akan muncul tambang-tambang timah, tambang besi dan sebagainya karena kabelnya seliweran banyak sekali," ujar Tito.
Di dalam regulasi tersebut, Tito menyarankan, diharapkan adanya kewajiban para kontraktor untuk mengangkut kabel yang tidak terpakai. Tito menyadari pencurian tembaga kabel merupakan sebab-akibat kontraktor meninggalkan kabel jaringan begitu saja.
"Diwajibkan perusahaan untuk mengangkut supaya tidak dimanfaatkan pelaku-pelaku seperti ini," sambung Tito.
Terakhir, peraih Adhy Makayasa Akpol 1987 ini menagih realisasi program 6.000 CCTV yang direncanakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Dia mengatakan Jakarta sebagai kota megapolitan dengan potensi kriminalitas beragam memerlukan sistem pengamanan secara digital. Menurut Tito, digital security di Jakarta masih tergolong lemah.
"Oleh karena itu ada program Pak Gubernur 6.000 CCTV kita harapkan segera dieksekusi," jelas mantan Kepalda Densus 88 ini.