Liputan6.com, Palembang - Fenomena alam langka gerhana matahari total terjadi Rabu, 9 Maret lalu. Gelap gulita tiba-tiba saja menyelimuti langit di atas Sungai Musi, Sumatra Selatan di pagi hari, saat matahari baru saja terbit di ufuk timur.
Ribuan masyarakat Palembang bercampur dengan turis lokal dan internasional rela berdiri bersesakan di Jembatan Ampera. Mereka menjadi saksi untuk momen langka 1 menit 52 detik itu.
Di Pantai Terentang, Bangka Tengah, Bangka Belitung ratusan pasang mata anak-anak difabel menyaksikan detik-detik tertutupnya cahaya matahari oleh bulan.
Advertisement
Gerhana matahari total juga diamati 500 pelajar dari sejumlah SMA se-Jabodetabek, dari atas KM Kelud di Perairan Belitung. Di perairan itu gerhana berlangsung selama 2 menit.
Baca Juga
Di Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah fase cincin berlian atau diamond ring terlihat jelas saat piringan bulan nyaris menutup seluruh cahaya matahari. Di Palu, gerhana matahari total yang muncul selama 2 menit 4 detik tak hanya dinikmati wisatawan namun juga peneliti seluruh dunia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan menyaksikan gerhana matahari total, berbaur dengan masyarakat di Lapangan Sepak Bola Kota Palu. Sebelumnya Wapres JK juga menyempatkan diri salat gerhana di lapangan. Sementara, lewat akun twitter @jokowi, Presiden Joko Widodo menyaksikan fenomena alam langka itu dari Istana Bogor, Jawa Barat.
Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, bumi jadi gelap gulita seketika, saat bulan menutupi cahaya matahari yang menyinari bumi. Warga pun larut menyaksikan fenomena yang tak lagi akan berulang dalam waktu dekat di kota itu.
Perlahan tapi pasti, piringan bulan menutupi cahaya matahari di Kota Ternate, Maluku Utara. Membius ribuan pasang mata selama 2 menit 39 detik di kota itu.
Di Jakarta sejak pukul 03.00 WIB, ribuan warga Jakarta memadati Gedung Planetarium Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat. Jumlah pengunjung membludak. 4.700 Kacamata gerhana matahari ludes seketika. Perlahan, piringan bulan mulai bergerak menutupi piringan matahari sejak pukul 06.25 WIB.
Kawasan Observatorium Bosscha Bandung, Jawa Barat juga ramai didatangi warga untuk menyaksikan gerhana matahari sebagian. Peneliti mengingatkan masyarakat untuk menggunakan kacamata khusus saat menatap matahari.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur ribuan warga menyemut di pinggir Pantai Kemala dan Lapangan Merdeka untuk menikmati detik-detik momen indah itu. Sedikit demi sedikit bulan menutupi matahari. Langit semakin gelap seiring dengan makin tertutupnya matahari oleh bulan.
Sementara itu matahari terbit di sela-sela stupa Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Semakin lama semakin tinggi, mendekati detik-detik jelang gerhana matahari sebagian.
Dan tibalah waktu yang dinantikan, matahari mulai tertutup bulan. Meski hanya gerhana sebagian, namun memuaskan masyarakat yang menanti momen langka itu.
Wanita tua Desa Genengan, Blitar, Jawa Timur menumbuk lesung untuk ciptakan bunyi-bunyian. Mitos menyebutkan, gerhana terjadi karena matahari dimakan Betara Kala. Mereka yakin bunyi-bunyian lesung bisa usir Betara Kala hingga matahari bersinar lagi.
Seorang warga Tegal, Jawa Tengah, mengabadikan peristiwa langka itu dengan menamai putrinya Gerhanawati. Gerhanawati lahir pada Rabu, pukul 6.35 WIB, saat sebagian wilayah Indonesia dilintasi gerhana.
Gerhana rupanya dianggap sebagai momen langka yang romantis. Seorang pria turis asal China melamar sang kekasih saat menyaksikan GMT di Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Lamaran itu pun disoraki ratusan penonton. Sang pria kemudian memasangkan cincin di jari sang wanita.
Tak mau ketinggalan, warga Bekasi dan fotografer amatir, berburu visual foto gerhana matahari sebagian dari lantai 10 Gedung Pemkot Bekasi. Mereka mengabadikan momen yang hanya sekitar 1 menit itu.
Gerhana matahari ternyata juga berpengaruh terhadap lumba-lumba. Sebelum gerhana mereka terlihat sangat aktif bergerak. Bahkan, melompat ke atas permukaan air. Tapi, saat gerhana berlangsung, lumba-lumba menjadi lebih tenang.
Gerhana matahari sangat mempengaruhi perilaku hewan nocturnal yang beraktivitas di malam hari, atau biasa disebut hewan malam. Hewan malam seperti kukang menjadi lebih agresif saat gerhana. Demikian pula tupai terbang.
Sebaliknya, burung justru mencari perlindungan saat gerhana. Saat cahaya hilang, burung merasakan suasana malam hari dan berhenti terbang serta berkicau.
Saksikan selengkapnya dalam Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (12/3/2016) di bawah ini.