Liputan6.com, Jakarta - PPP pimpinan Djan Faridz menggugat Presiden Jokowi bersama 2 menterinya, yakni Menko Polhukam Luhut Pandjaitan dan Menkumham Yasonna Laoly sebesar Rp 1 triliun.
Langkah itu diambil lantaran pemerintah mengembalikan kepengurusan PPP kepada hasil Muktamar Bandung tahun 2011. Tindakan itu dianggap sebagai perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata sehingga dituntut kerugian materil dan inmateril.
Baca Juga
Jokowi Turun Gunung di Jakarta dan Jateng, PDIP: Tanda Elektabilitas RK dan Luthfi Merosot
Top 3 Berita Hari Ini: Demi Dukung Maarten Paes di Laga Timnas Indonesia vs Arab Saudi, Model Top Luna Bijl Datang ke Jakarta
4 Fakta Pertemuan Jokowi dan Ridwan Kamil di Jakarta, Ajak Blusukan hingga Undang Kampanye Akbar
"Akibat tidak dipatuhinya kaidah hukum dan UU Parpol, di mana 2 hal itu menjadi dasar, maka harus ada ganti rugi. Yang bersifat materiil, di mana dana bantuan parpol dari 2012 tak bisa diterima oleh PPP yang jumlahnya Rp 7 miliar lebih," ujar Ketua Tim Kuasa Hukum PPP Humphrey R Djemat di PN Jakarta Barat, Selasa (15/3/2016).
Advertisement
Kemudian yang inmaterial, kata dia, hilangnya kepastian hukum dan hak politik. Selain itu, ketidakpercayaan kader PPP terhadap Muktamar Jakarta sudah hilang yang berdampak pada nama baik kepengurusan Djan Faridz.Â
Baca Juga
"Sehingga kerugiannya tak terhingga. Tapi, agar menjadi dasar maka ditetapkan Rp 1 triliun yang sebenarnya itu masih belum cukup," ucap Humphrey.
Bukan hanya itu saja, alasan kenapa ada nama Presiden Jokowi, menurut Humprey, posisinya dengan Menkopolhukam dan Menkumham, memiliki hubungan hukum yang tak terpisahkan.
Sehingga dengan tidak dijalankannya putusan Mahkamah Agung No.601/2015 oleh Menteri Yasonna, semuanya tak bisa lepas dari andil, serta tanggung jawab Presiden sebagai atasan kedua menteri itu.
"Kita sudah melakukan langkah formal ke Menkumham untuk menyelesaikannya. Kita juga sudah sosialisasi ke Presiden Jokowi, dan Menko Luhut, tapi semuanya tak berhasil. Bahkan terakhir, Menkumham mengeluarkan SK untuk kembali ke Muktamar Bandung, inilah yang tidak sesuai," tandas Humprey.
Pada Oktober 2015, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengesahkan Surat Keputusan Menkumham tentang kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy.
Keputusan MA tersebut membuat Menkumham Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari silam.
Menkumham lantas mengesahkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum Partai dan Romahhurmuziy sebagai Sekretaris Jendral selama 6 bulan.