Liputan6.com, Jakarta Gerakan Suara Kami (Suka) Haji Lulung masih belum memiliki posko. Sehingga kantor kerja Abraham Lunggana atau Lulung menjadi posko sementara.
"Bukan, ini bukan poskonya, ini ruang kerja pribadi saya. Saya sudah di sini sejak Hotel Milenium di sebelah belum ada, saat umur 23 tahun, saya sudah di sini," ujar Lulung kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 17 Maret 2016 malam.
Lulung saat ditemui tampak mengenakan kemeja, celana bahan dan sandal jepit. Ia baru saja selesai diwawancarai salah satu televisi nasional.
Ruang kerja Lulung cukup mungil berukuran 3x4 meter. Ada 2 pendingin ruangan tergantung di 2 pojok dinding. Satu lukisan tradisi berburu ala Roma terpajang. Kantor pentolan Tanah Abang itu berantakan, namun meja kerjanya tersusun rapi.
Baca Juga
Tumpukan puluhan buku, beberapa cenderamata dari luar negeri, dan foto sang ibunda tertata di meja kerja pribadi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta asal PPP ini. Lulung menerima tamu, berkonsolidasi dan berdiskusi dengan sahabat atau pendukungnya di ruangan ini.
Saat memasuki ruangan itu, sebuah televisi layar datar ukuran 42 inci langsung tampak dari pintu. Langit-langit ruangan dengan warna cokelat yang teduh, kontras dengan lukisan di tengah langit-langit itu. Sebuah lukisan angkasa dengan beberapa planet di dalamnya.
Advertisement
Di belakang meja kerja Lulung, sebuah kaligrafi besar tergantung, isinya Asmaul Husna dan ayat kursi.
Meski kecil, ruangan kerja pribadi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini memiliki 3 jendela, 2 jendela langsung mengarah ke luar. Satu jendela lagi menjadi pembatas dengan musala yang ada di sebelahnya.
Ketiga jendela itu ditutupi gorden cokelat. Dari keterangan para pendukung Lulung yang ada di lokasi, ruang kerja ini sudah serupa base camp atau titik kumpul bagi siapa saja yang mengenal Lulung. Mulai dari tukang parkir, hingga petugas sampah dan satpam.
Dari tempat diskusi, hingga acara makan-makan. Tak jarang juga warga sekitar menjadikan kantor Lulung untuk tempat melepas penat atau mengadu padanya.
"Banyak juga yang minta kerja ke sini, tapi semua pemuda asli Tanah Abang dikasih kerja oleh Bang Haji (Lulung), jadi tukang parkir, security atau kerja di beberapa tempat usaha Bang Haji di Tanah Abang," jelas Dany Kusuma, seorang pendukung fanatik Lulung.
Sekilas, dari luar, ruang kerja pribadi Lulung ini seperti pos satpam. Tak ada plang, tak ada tanda-tanda kalau itu ruang kerja pribadi anggota dewan.
Sebab, di depan ruangan Lulung itu, beberapa pemuda, dan pria paruh baya bercengkerama bebas dan berkelakar.
Apalagi kawasan tersebut tepat berada di depan gedung bertingkat dan saat siang ramai dengan aktivitas.
"Sudah 30 tahun lalu saya di sini," kata Lulung.
Tak ada yang mewah dari ruangan tersebut. Selain kursi yang diduduki Lulung, selebihnya hanya kursi besi taman. Di sebelah televisi tadi, berdiam dispenser ukuran menengah serta tumpukan karton.
Ruang kerja itu juga dilengkapi sebuah kamar pribadi milik Lulung.
Saat Liputan6.com berkunjung, Lulung yang awalnya tampil apa adanya mendadak berpakaian necis, dan tampil segar setelah keluar dari sebuah kamar yang ada di ruangan itu.
"Saya mau keluar sebentar, tunggu dulu, cuma mau ke sebelah," ujar Lulung berlalu bersama beberapa pendukungnya.
Ruang kerja Lulung itu menjadi posko sementara bagi sebuah gerakan independen yang menamakan dirinya Suara Kami (Suka) Haji Lulung. Gerakan itu, sebagai ban serep jika tak ada partai yang mendukung Lulung maju Pilkada DKI Jakarta.