Sukses

Kemenhub: Grab Car dan Uber Ilegal, Go-Jek Grey Area

Kemenhub menilai Uber dan Grab Car bertentangan dengan angkutan resmi.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan memanggil perwakilan Grab, Uber, dan Organda DKI Jakarta. Pemanggilan menyusul aksi ribuan sopir taksi dan angkutan umum terkait penolakan terhadap angkutan umum berbasis aplikasi.

Pertemuan digelar di Gedung Karsa Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (23/3/2016). Mereka langsung disambut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Sugihardjo.

Pertemuan dimulai pukul 10.00 dan berakhir pada pukul 11.15 WIB. Dari Uber Indonesia diwakili Komisaris Uber Donny Suyadi, Legal manager Grab Indonesia Teddy Antono, Ketua Umum DPP Organda Adrianto Djoko Soetomo, Sekjen DPP Organda Organda Ateng Aryono, serta Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah.

Kemenhub panggil Organda, Uber, dan Grab guna membahas persoalan yang dikeluhkan para sopir taksi konvensional (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Sugihardjo mengatakan pertemuan hari ini akan membahas persoalan aksi ribuan sopir taksi dan angkutan umum kemarin.

"Agar menahan diri agar tidak menimbulkan konflik agar kejadian kemarin tidak terjadi lagi," ujar Sugihardjo.

Dia menjelaskan, konflik yang terjadi kemarin bukanlah masalah angkutan berbasis aplikasi dan konvensional. Melainkan konflik angkutan resmi dan tidak resmi.

"Konflik ini sebenarnya hanya antara taksi resmi dengan taksi Grab dan Uber. Taksi konvensional dan online. Tapi kemarin sampai Go-Jek juga kena," ujar Sugihardjo.

Kompetitor dan Ilegal

Pada pertemuan yang berlangsung tertutup itu, Sugihardjo mengatakan, Grab Car, Uber, serta angkutan umum tidak resmi lainnya adalah kompetitor dan ilegal.

"Uber dan Grab Car bertentangan dengan angkutan resmi. Mereka adalah kompetitor," kata Sugihardjo.

Sedangkan untuk Go-Jek dan Grab Bike, keduanya bukan angkutan kompetitor melainkan pelengkap.

Go-Jek dan Grab Bike diperbolehkan mengisi jumlah angkutan umum yang belum terpenuhi, meski belum ada aturan yang melegalkannya.

"Go-Jek dan Grab Bike adalah IT, tapi diterapkan ke motor yang menurut undang-undang tidak bisa menjadi angkutan umum. Namun karena Go-Jek komplemen atau untuk mengisi angkutan umum resmi, mereka masuk grey area," jelas Sugihardjo.