Liputan6.com, Jakarta - Keberhasilan mengungkap kejahatan tidak lepas dari risiko yang dihadapi penyidik kepolisian. Seperti yang dituturkan seorang anggota Reserse Mobile (Resmob) Polda Metro Jaya, Inspektur Satu (Iptu) Mukalim yang mengaku 4 kali lolos dari maut saat menjalani tugas kedinasannya.
Alumni Sekolah Polisi Negara (SPN) angkatan 1982 ini menuturkan beberapa pengalaman menegangkan saat berhadapan dengan bandit, seperti tertembak perampok dan dikepung di sarang penyamun. Ada pula dibegal usai mengintai kawanan pencuri, hingga tertembak di bagian dada oleh bandar narkoba saat operasi gabungan.
Pengalamannya besar dan tumbuh di lingkungan Korps Brimob membuatnya berani menghadapi segala hal yang berisiko tinggi.
"Modal keberanian saya dari Brimob karena saya lama berdinas di Brimob," kata Mukalim kepada Liputan6.com di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (29/3/2016).
Dikepung di Sarang Perampok
Pengalaman lolos dari maut pertama kali dialami pria yang akrab disapa Alim ini saat setahun bergabung dengan Resmob Polda. Saat itu polisi mendapat informasi sering terjadi perampokan di sekitar lampu merah Grogol, Jakarta Barat. Alim lalu melakukan penyelidikan dengan seorang rekannya pada siang hari. Sesampainya di lampu merah, mereka berpencar.
"Saya pantau saja, saya curiga sama satu orang, lalu saya ikutin dia duduk di tukang bubur. Pertama saya curiga kok dia ambil sate ayam enggak bayar. Posisi duduknya sebelahan sama saya," ujar Alim.
"Terus dia pake jaket, dikeluarin barang bukti yang baru dia dapat, handphone, dan emas-emasan. Saya ngelirik, 'Wah ini orangnya,'. Lalu saya ikutin, saya enggak tahu itu sarang dia. Pas masuk dikepung 10 orang bawa sajam (senjata tajam)," sambung Alim.
Baca Juga
Karena sudah terlanjur ketahuan dirinya polisi, Alim langsung bergerak mundur teratur. Ia pun menerangkan prinsipnya jika harus gugur dalam kedinasan, setidaknya penjahat yang menyerang dia harus dilumpuhkan. Karena berhasil lolos, Alim pun memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan dengan bersiaga di lampu merah Grogol, bersama rekannya.
"Pas mau maghrib, saya ketemu teman dan kita pantau orang-orang itu. Pasti mereka kerja lagi," tutur Alim.
Dengan posisi saling memunggung, Alim dan rekannya memantau gerak-gerik pelaku tersebut. Agar penyamarannya tak ketahuan kedua kalinya, Alim bergabung dengan beberapa kuli galian kabel dan meminjam topi salah satunya. Benar saja, pelaku yang diincar Alim kembali beraksi menjelang malam bersama dua tersangka lainnya. Namun berhasil digagalkan Alim dengan menembakan timah panas ke dada pelaku.
"Kita kejar dan ketangkep dan saya lumpuhkan karena dia mencoba lari. 2 tertangkap, 1 tersangka tewas," jelas Alim.
Jadi Korban Begal
Tahun kedua menjadi polisi reserse, Alim kembali hampir celaka lantaran menyelidiki kasus begal motor di Kembangan, Jakarta Barat. Saat itu lagi-lagi ia seorang diri untuk mengecek informasi warga tentang adanya kampung begal kelompok Semarang.
Usai mengecek, Alim mengendarai motor pulang ke rumahnya di daerah Ciputat. Tanpa ia ketahui, ia dibuntuti 6 orang yang berpasangan mengendarai 3 motor.
"Waktu di belokan flyover Simprug, saya dipepet, 'Berhenti kamu!" cerita Alim sambil meniru saat ia diberhentikan kelompok begal.
Ia mengatakan masing-masing penumpang motor itu membawa senjata tajam, seperti celurit, shockbreaker, dan pistol. Seorang yang membawa celurit lalu hendak memukul dadanya dari arah samping.
Namun bapak dua putri ini berhasil menghindar dan turun dari motor untuk menyelamatkan diri. Saat posisinya berjarak 10 meter dari para begundal, ia melepaskan tembakan ke pelaku yang ingin membawa kabur motornya.
"Kena punggung salah satu dari mereka, tembus dada kanan depan. Dia teriak "Aduh!", dia langsung kabur, motornya di tinggal satu," tutur Alim.
"Jadi saya mau dibegal motor, malah dapet motor. Akhirnya dia pergi bonceng tiga," sambung Alim.
Setelah kejadian itu, Alim mengamankan motor pelaku yang ditinggal ke Mapolsek Kebayoran Lama. Seorang temannya ternyata mengenali pelat nomor motor pelaku, bahwa pelaku merupakan kelompok begal Semarang yang sudah terdata di Polsek Kebayoran Lama. Akhirnya Alim bersama timnya melakukan perburuan dan menangkap pelaku yang dimaksud.
"Saat ditangkap, yang saya tembak itu enggak berani ke rumah sakit. Tapi proyektil saya tembus sampai hampir keluar dari kulit dadanya. Lucunya, dia malah ambil sendiri dan dikantongin, buat jimat katanya," ujar Alim.
Advertisement
Aksi Bandit di Tol Jagorawi
Pengalamannya lolos dari maut juga terjadi 2007. Saat itu, Alim sedang berkendara di Tol Jagorawi dan mendengar aksi perampokan. Ia lalu mengecek sumber keributan dan mendapati seorang yang diduga perampok tengah berlari. Tiba-tiba perampok tersebut melepaskan tembakan yang tepat mengenai pinggul kiri Alim.
"Waduh kena pinggang kiri, langsung kuping saya pengang," ujar Alim.
Meski tahu tertembak, Alim tetap mengejar perampok tersebut hingga melepaskan tembakan terarah dan terukur. Sesudah melumpuhkan pelaku, ia lalu dibawa ke RS Polri Kramat Jati dan menjalani operasi untuk mengeluarkan proyektil yang bersarang di bawah ususnya.
"Untung enggak kena usus atau kandung kemih. Kalau nggak saya lewat (tewas)," beber dia.
Alim menuturkan, diagnosa dokter bahwa proyektil yang yang menembus pinggul depannya pecah dan meninggalkan serpihan di pinggul belakang.
Saat itu dokter mengatakan jika ia bersikeras ingin membersihkan serpihan proyektil, maka resikonya akan mengalami kelumpuhan.
Bidikan Pistol si Bandar Narkoba
Januari 2016 lalu, masyarakat digegerkan berita sindikat narkotika di kawasan Berlan, Jakarta Timur, yang mengeroyok polisi saat melakukan penggerebekan di rumah seorang bandar bernama Mami Yola. Pengeroyokan tersebut berujung tewasnya seorang polisi reserse narkoba Polsek Senen Brigadir Kepala (Bripka) Taufik Hidayat dan seorang informannya.
Keduanya melompat ke Kali Ciliwung untuk menyelamatkan diri. Mereka tenggelam dan ditemukan tewas keesokan harinya. Dari hasil pemeriksaan jasad Bripka Taufik, diketahui senjata api organiknya menghilang dan berpindah tangan ke bandar narkoba yang mengeroyoknya. Kejadian ini tidak pernah luput dari ingatan Mukalim.
Usai peristiwa tersebut, seluruh seluruh penyidik di bawah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dikerahkan untuk menangkap para gerombolan kriminal tersebut, termasuk Unit 5 Resmob di mana Alim bertugas.
Alim bercerita, ia hampir tertembak di bagian tengah dada saat mengepung salah satu pengeroyok Bripka Taufik, yaitu Rico, di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat. Dialah polisi pertama yang terlibat baku tembak dengan Rico.
"Itu hampir mati saya. Itu yang ditembak (Rico) pertama saya. Alhamdulillah enggak kena," terang Alim.
Ia lalu menggambarkan posisi dirinya saat berada tepat di depan kaca samping rumah, yang merupakan kamar Rico. Sementara satu rekannya berdiri di depan pintu yang berada di kanan jendela dan bibi Rico berdiri di kirinya,
"Saya gedor 'Eh Rico keluar kamu! Kalau nggak keluar, saya dobrak pintunya'. Dia buka gorden sedikit dari jendela kecil itu," ujar Alim.
Tiba-tiba naluri Alim berkata, bahwa Rico merencanakan sesuatu. "Feeling saya kok 'Wah ini nggak beres'. Langsung saya lakukan gerakan menghindar ke samping kiri. Dan benar se per berapa detik ada tembakan dari dalam. Dia mau nembak saya," ungkap Alim.
Alim mengungkapkan 25 peluru pistolnya habis untuk memberondong Rico hingga tewas. Sementara peluru yang ada di pistol di tangan Rico hanya 6 peluru.
Selama bertugas, dia memegang teguh 4 prinsip yang memacu dirinya selama bekerja. Pertama, dukungan keluarga dan pimpinan. Kedua, punya rasa malu jika tak mengungkap kasus atau mencoreng nama kesatuan. Ketiga berani dalam situasi berbahaya.
"Dan terakhir bekerja keras, sabar dalam melakukan penyelidikan," kata Mukalim.
Advertisement