Liputan6.com, Jakarta - 10 WNI diduga disandera di Filipina oleh kelompok Abu Sayyaf. Mereka mengancam akan menghabisi nyawa sandera 10 ABK Indonesia itu jika uang tuntutan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar tidak dipenuhi. Kelompok teroris itu memberikan batas waktu hingga 8 April 2016.
Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, luar negeri dan intelijen angkat bicara terkait penyanderaan dan ancaman Abu Sayyaf. Mereka meminta pemerintah Indonesia bergerak cepat dengan berkoordinasi dengan pemerintah Filipina.
Baca Juga
Quincy Kammeraad, Kiper Filipina yang Gawangnya Kebobolan 7 Kali oleh Timnas Indonesia 7 Tahun Lalu Kini Jadi Pahlawan di Piala AFF 2024
Harga Mentereng Kristensen, Pemain Filipina yang Pupuskan Asa Indonesia di Piala AFF 2024
Piala AFF 2024 Sedang Berlangsung, Tonton Live Streaming Pertandingan Timnas Indonesia VS Filipina di Sini
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri segera mengambil langkah taktis, untuk segera melakukan diplomasi dan kerja sama dengan pemerintah Filipina guna mencari solusi di luar uang tebusan. Menurut dia, jangan sampai pemerintah Indonesia fokus dengan uang tebusan.
Advertisement
"Misalnya, apakah dengan memenuhi tebusan Rp 15 miliar itu satu-satunya solusi? Atau dengan solusi dan taktik lain yang lebih jitu," kata Sukamta di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, langkah konkret pemerintah Indonesia sangat segera diperlukan mengingat adalah kewajiban negara memberi perlindungan bagi warganya dan pihak penyandera memberi batas waktu hanya 5 hari.
Gunakan Pengalaman
Ketua DPR Ade Komarudin menambahkan, Indonesia memiliki pengalaman soal adanya penyanderaan terhadap warga negara Indonesia. Atas dasar itu, ia yakin aparat penegak hukum Indonesia bekerja sama dengan kementerian dapat mengambil langkah tepat.
"Kita sudah punya pengalaman, jadi saya yakin dan percaya pada pengamanan di negara ini bisa melakukan yang terbaik dan kita jangan pernah kompromi," tegas Ade.
Terlebih soal adanya pemerasan, pria yang akrab disapa Akom ini menyatakan, negara tak boleh takut kepada premanisme dan terorisme. Sebab harga diri bangsa juga dipertaruhkan dalam kejadian ini.
"Kita juga serahkan kepada negara yang di dalam, tapi negara harus melindungi warganya. Itu perintah UU," kata politikus Golkar tersebut.
Optimistis
Melihat besarnya jumlah uang tebusan, anggota Komisi I DPR lainnya, Ahmad Zainuddin meminta anggota TNI turun tangan dan terlibat untuk membebaskan sandera. ia optimistis pemerintah mampu mengatasi kasus panyanderaan tersebut dan membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf dalam keadaan selamat.
Kendati demikian, menurut pria yang juga Wakil Ketua Fraksi PKS itu, ada hal yang patut menjadi perhatian utama bagi pemerintah di masa akan datang selain dari pentingnya operasi pembebasan 10 WNI dari Abu Sayyaf.
Baca Juga
Penyanderaan ini merupakan efek dari tidak terselesaikannya masalah regional di Filipina Selatan, yaitu separatisme dan terorisme. Oleh sebabnya, dua isu non-tradisional ini menjadi tugas tersendiri terhadap negara-negara ASEAN.
"Jangan sampai Laut Sulu jadi seperti tanduk Afrika yang rawan pembajakan oleh milisi Somalia. Negara-negara ASEAN sepertinya harus mereview code of conduct dan ASEAN Way. Ini masih dalam wilayah ASEAN, lho! Siapa yang jamin kasus ini tidak berulang di masa depan jika masalah Filipina Selatan tidak selesai," papar Zainuddin.
Ia menambahkan, pembajakan dan penyanderaan kapal Indonesia dapat terhindar jika pertahanan keamanan di perbatasan laut serta sistem keamanan maritim Indonesia terbangun baik.
"Keamanan laut Asia Tenggara cukup bergantung kepada sistem keamanan maritim Indonesia. Karena kita yang terbesar di regional," ujar Zainuddin.
Pendekatan ke Filipina
Pandangan serupa juga dipaparkan oleh anggota Komisi I DPR dari fraksi Nasdem, Supiadin. Ia menegaskan Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan langkah penyelamatan terhadap 10 orang yang disandra tersebut.
Misalnya pertama dengan melakukan pendekatan ke Pemerintah Filipina dan tak lupa peran TNI yang perlu disinergikan dengan aparat lain dalam upaya pembebasan.
"Langkah-langkah politik perlu dilakukan terlebih dahulu dengan pemerintah Filipina. Kalau pemerintah Filipina mengizinkan pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan militer, maka TNI lah yang harus dikerahkan untuk upaya penyelamatan tersebut," kata Supiadin.