Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menilai sikap pemerintah pusat di bawah Presiden Jokowi bersikap 'lembek' dalam menyikapi berkembangnya komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Pemerintah malah kurang tegas dalam hal ini (LGBT)," kata Said Aqil, usai menemui Presiden Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/3/2016).
Dalam pertemuan, Said Aqil menyatakan pada Jokowi bahwa NU menolak keberadaan LGBT. Pemerintah, lanjut dia, harusnya lebih tegas dan menolak kelompok tersebut. "Saya juga mengusulkan pemerintah lebih tegas lagi menolak LGBT karena sikap NU sudah jelas, tegas dan keras menolak LGBT," tutur dia.
Â
Baca Juga
Baca Juga
Said Aqil menyampaikan banyak negara-negara lain di Asia yang juga menentang keberadaan kelompok LGBT. Hal ini bisa jadi acuan bagi pemerintah untuk menentukan sikap menolak. "RRC sudah melarang, Singapura melarang, Indonesia harus tegas melarang LGBT," kata Said Aqil.
Pemerintah sebelumnya telah bereaksi menanggapi eksistensi kaum LGBT, melalui Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, pemerintah meminta masyarakat tidak terlalu reaktif menyikapi isu LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) di Indonesia.
‎"‎Kita tunggu lihat dulu. Baru 2 minggu kan (isu LGBT berkembang). Kita lihat lah, tenang-tenang. Eggak usah buru-buru, nanti kita over react. Karena itu masalah di tengah masyarakat yang harus kita sikapi dengan arif tidak bisa kita sikapi dengan emosional," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 22 Februari 2016.
Luhut pun mencontohkan bagaimana eksistensi kaum LGBT dapat menjadi besar bahkan diakui di negara yang tergolong religius, salah satunya Brasil. ‎"Kita harus belajar juga dari apa yang terjadi, misalnya Brasil. Negara katolik yang keras mengenai itu, tapi sekarang yang terjadi 90 persen warga mereka malah mendukung (LGBT), apa kita mau di Indonesia seperti itu?" ucap Luhut.
Advertisement
Luhut mengaku secara pribadi menolak eksistensi kaum LGBT diakui negara. Namun demikian, ia menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat dan tidak ingin memaksakan pemahamannya untuk diterima masyarakat luas.
"Apa mau kejadian di Brasil terjadi di Indonesia? ‎Ya tergantung kita semua. Saya sih tidak mau. Tapi kan saya sendiri aja, suaranya (rakyat Indonesia) ada 250 juta," pungkas Luhut.