Sukses

Tak Beroperasi, Begini Kondisi Pabrik Pengolahan Ikan di Ambon

Di depan dermaga sebuah pabrik berdiri, pagarnya tak tertutup sempurna. Pabrik dengan luas sekitar 200 meter persegi itu tak beroperasi.

Liputan6.com, Ambon - Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan moratorium dan transhipment yang sempat ditegur Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memang mengancam industri perikanan skala besar yang dikuasai pihak asing di sebagian daerah. Termasuk kawasan pusat maritim Indonesia di Ambon.

Permen KP Nomor 57 Tahun 2014 mewajibkan setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan pangkalan dalam negeri, sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Perusahaan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Dengan adanya aturan itu, para pengusaha rugi hingga triliunan rupiah. Mereka tak bisa lagi beroperasi. Kapal penangkap ikan terparkir, pabrik pengolahan ikan mereka pun lengang.

Data Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon mencatat ada 4.886 ABK (anak buah kapal) dan 156 karyawan perusahaan perikanan yang di-PHK sejak kebijakan Menteri Kelautan Dan Perikanan, Susi Pudjiastuti diberlakukan. Ada 206 kapal tak lagi beroperasi.

Ekspor ikan dari Ambon bahkan turun hingga 98 persen, ekspor ikan Ambon tercatat sebesar Rp 800 miliar langsung turun drastis menjadi Rp 9 miliar saja. 

Seperti pabrik dan dermaga milik PT Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry. Pabrik yang berada di Negeri Laha, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku itu terpaksa memecat ratusan karyawannya dan memarkir puluhan kapal mereka.

Kapal-kapal itu mulai berkarat, dermaga tempat kapal tertambat lengang. Warung-warung di sekitar dermaga tutup, kawasan ini sepi sekali seperti timbunan bangkai kapal. Berbagai ukuran kapal diatas 30 Gt (Gross Ton) tertambat di sana.

Di depan dermaga sebuah pabrik berdiri, pagarnya tak tertutup sempurna. Pabrik dengan luas sekitar 200 meter persegi itu tak lagi beroperasi.

"Ya cuma tinggal kami saja, semua karyawan sudah dipecat, orang kantor sudah pergi, kami saja yang ada," ujar Deki, sekuriti pabrik ikan milik PT Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry, yang ditemui Liputan6.com di Ambon, Minggu (3/4/2016).

Dia yang terus berjaga bersama satu temannya bernama Poli itu merasa bosan. Sebab selama setahun hanya bekerja dan melihat kapal-kapal tak beroperasi. Mereka lelah menjawab pertanyaan warga sekitar yang menanyakan kapan pabrik akan kembali beroperasi.

"Di sini banyak yang kerja harian, kami ditanya terus. Tapi kami cuma orang kecil, bos-bos itulah yang tau kapan pabrik ini jalan lagi," kata Deki.

Meski lengang dan tak lagi beroperasi, pabrik itu dijaga ketat oleh tentara. Untuk memasuki lokasi pabrik dan dermaga saja harus melewati pos tentara.

"Ini kawasan milik AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), mereka terus jaga, di pabrik-pabrik lainnya mereka juga jaga," tutur Deki.

Di dermaga itu, beberapa kapal besar tertambat, Deki dan Poli menjelaskan, kapal-kapal tersebut adalah milik perusahaan tempat ia bekerja. Sekarang kapal-kapal itu hanya dihidupkan mesinnya agar tak rusak saja.

"Mana boleh melaut lagi, tapi di sini kapal penangkap besar itu sudah dipulangkan bos ke Bali," ucap Deki sembari menunjukkan jaring lebar dan besar yang tengah dijemur.

Dari keterangan Deki yang sudah bekerja selama 10 tahun di perusahaan itu, sebanyak 9 buah kapal penangkap ikan dengan pukat dan jaring hela besar telah dipindahkan dari Ambon. Karena mereka melanggar aturan yang dibuat Menteri Susi di Peraturan Menteri (Permen) nomor 2 tahun 2015, soal pukat dan jaring hela.

"Awal tahun kemarin, 9 kapal jaring kami sudah disuruh bos untuk pergi ke Bali," ujar Deki.

Tak ada satu pun karyawan atau pihak perusahaan yang bisa ditemui Liputan6.com di lokasi. Namun, dari catatan yang ada perusahaan itu memiliki kantor pusat di Jalan Gedong, Panjang II No 14 L, Jakarta Barat.

Deki dan Poli merasa bingung. Mereka tak tahu harus berbuat apa. Sehari-harinya 2 petugas keamanan ini hanya menghabiskan harinya dengan bermain catur, nonton televisi, dan mendengar radio.

"Tapi, kalau malam sekarang sudah asyik. Kami bisa melaut dan memancing, mudah dapat ikan," kata Poli sambil menunjukkan sampan kecil miliknya.