Liputan6.com, Jakarta - Upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) terus memperkuat lingkungan akademik dalam pencegahan paham radikalisme dan intoleransi mendapat sambutan positif.
Baru-baru ini penghargaan BNPT RI bersama Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror kepada kampus Universitas Semarang (USM) diapresiasi oleh pihak kampus.
"Itu sebenarnya bukan cita-cita penghargaan itu. Itu adalah efek samping yang kami peroleh dan terima kasih kepada BNPT yang memberi penghargaan, itu menguatkan kami membuild kami bahwa kami still on the track untuk Indonesia," ujar Rektor USM Supari yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Jumat (1/12/2023).
Advertisement
Dia menyebut, USM memiliki visi berkeIndonesiaan ini didapuk sebagai kampus anti intoleransi dan anti paham radikalisme.
Menurut Supari, USM juga mendapatkan penghargaan sebagai kampus yang menerapkan program pencegahan paham radikal terorisme serta mencatatkan rekor MURI dengan mendatangkan 20 eks napiter dalam seminar nasional.
"Visi kami adalah berkeindonesiaan. Enggak ada gunanya pintar kalau mikirnya bukan buat Indonesia. Barangkali konsistensi tiap acara di kami itu juga dimonitor oleh BNPT, MURI, yang lain-lain," kata dia.
Supari mengatakan, USM dikenal rajin menggelar acara bertema keindonesiaan sebagai bagian dari identitas kampus tersebut. Dia menyebut, menyebarkan nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan di lingkungan kampus dianggap sebagai kontribusi yang signifikan dalam upaya pencegahan terorisme di Indonesia.
"Penghargaan dan keterlibatan BNPT memperkuat lingkungan akademik meurut rektor Supari adalah bukti bahwa inisiatif keindonesiaan mereka mendapat dukungan penuh," kata dia.
"Pemerintah membutuhkan keterlibatan perguruan tinggi dalam mensosialisasikan nilai-nilai kebangsaan. Kami lebih ke syiar, lebih kepada memberi contoh langkah konsisten karena memang visi kami berkeindonesiaan. Itu saya melihat karena pemerintah juga membutuhkan itu, jadi kami dikasih penghargaan," sambung Supari.
Â
Paham Radikalisme
Supari menjelaskan, terkait paham radikalisme, virus tersebut bisa menjangkit lantaran persepsi seseorang dalam memandang sesuatu.
"Orang radikal memiliki persepsi yang berbeda dengan mereka yang toleran," ucap dia.
Oleh karena itu, lanjut Supari, perlu usaha terus-menerus untuk memberikan pemahaman keindonesiaan yang tidak keliru.
"Untuk itu, kita gak boleh bosen untuk menyampaikan betapa pentingnya Indonesia ini. Dulu sebelum merdeka kan kita memang beda ya. Pulaunya beda, bahasanya beda, agamanya beda," terang dia.
"Maka para pendiri bangsa ini kan membuat kesepakatan yang namanya Pancasila. Setelah kita sepakat kemudian merdeka, masa kita mau membesarkan perbedaan karena kamu gak sama dengan saya, enggak dong," sambung Supari.
Perbedaan yang ada di Tanah Air menurut dia, merupakan sebuah kekayaan yang harus diterima. Supari mengatakan, semboyan Bhineka Tunggal Ika yang telah diwujudkan para leluhur melalui eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus terus dijaga oleh generasi penerus yang juga mengemban tugas mengisi kemerdekaan.
"Perbedaan itu kekayaan, kekuatan, energi, luar biasa. Jadi terima saja perbedaan itu, mari kita hidup berdampingan dengan damai. Seperti BNPT, hadir, harmoni, damai, indah dan rukun. Pendiri bangsa ini sudah mempertaruhkan semuanya untuk itu. Kita tinggal menjaga dan terus mengembangkan negeri ini," pungkas Supari.
Advertisement