Liputan6.com, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah memecat Fahri Hamzah dari keanggotaan partainya. Partai itu kecewa dengan sikap Fahri yang kerap tak sejalan.
Saking geramnya, PKS telah meminta Fahri untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Ketua DPR. Namun, Fahri menolak. Sehingga Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPPT) memutuskan melimpahkan persoalan Fahri ke DPP PKS cq Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS sesuai AD/ART.
Setelah dilimpahkan, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan DPP PKS menindaklanjuti pelimpahan DPTP PKS dengan menugaskan Bidang Kaderisasi DPP PKS untuk bertindak sebagai Pengadu ke BPDO DPP PKS. Sebab bidang itu terkait dengan pengkaderan dan penanaman nilai-nilai kedisiplinan serta ketaatan kader terhadap aturan-aturan partai.
Selanjutnya Bidang Kaderisasi DPP PKS pada 26 Desember 2015 mengadukan persoalan ketidakdisiplinan dan ketidaktaatan Fahri tersebut sesuai aturan partai kepada BPDO sebagai Badan yang oleh AD/ART PKS diberikan kewenangan untuk menegakkan kedisiplinan dan ketaatan anggota Partai.
Baca Juga
Baca Juga
Setelah BPDO melakukan verifikasi atas bukti-bukti pengaduan dan dinyatakan lengkap, kata Sohibul, selanjutnya BPDO pada 28 Desember 2015 mengadakan rapat.
"Keputusan antara lain melakukan pemanggilan FH sebagai teradu, dengan agenda permintaan keterangan yang akan dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2016," kata Sohibul dalam situs resmi PKS di pks.or.id seperti dikutip Liputan6.com, Senin (4/4/2016).
Pada 2 Januari 2016 Fahri mengirimkan surat kepada BPDO yang menyatakan bahwa dia tidak bisa hadir pada tanggal 4 Januari 2016 karena sedang di luar negeri. Selanjutnya surat tersebut dibahas dalam rapat BPDO pada tanggal 4 Januari 2016.
Advertisement
BPDO memahami alasan di atas dan memutuskan untuk memanggil ulang FH guna dimintai keterangan pada tanggal 11 Januari 2016.
Pada 11 Januari 2016 pukul 19.30 WIB, Fahri datang ke kantor DPP PKS memenuhi pemanggilan BPDO. Pada pemanggilan tersebut, BPDO mengajukan 28 pertanyaan yang dijawab secara tertulis oleh Fahri. Keterangan itu kemudian dibuatkan berita acaranya dan ditandatangani oleh FH dan BPDO.
Tetapi sebelum kedatangannya, kata Sohibul, Fahri sudah membuat pernyataan yang diliput media bahwa KMS PKS meminta dirinya mengundurkan diri dari jabatan pimpinan DPR RI. Fahri mengklaim bahwa itu adalah permintaan pribadi KMS sehingga FH memberi tanggapan secara pribadi juga.
"Padahal permintaan pengunduran diri oleh KMS terjadi akibat FH mengingkari komitmen untuk melaksanakan arahan dan kebijakan partai sebagaimana yang telah disampaikan oleh FH kepada pimpinan partai pada tanggal 1 September 2015," ujar Sohibul.
Pada rapat BPDO tanggal 13 Januari 2016, badan disiplin itu setelah mempelajari dan menganalisis hasil pemeriksaan keterangan dan sikap Fahri selama proses pemeriksaan di BPDO maka status perkara Fahri ditingkatkan ke persidangan Majelis Qadha.
Kemudian, membentuk Majelis Qadha yang melaksanakan fungsi sebagai qadhi’ atau hakim yang berjumlah 3 orang guna menangani persidangan FH. Serta menetapkan jadwal persidangan pertama Majelis Qadha pada tanggal 19 Januari 2016.
Selain itu dalam rapat tersebut, kata Sohibul, BPDO juga mengundang saksi ahli Untung Wahono selaku mantan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS untuk dimintai pendapatnya sesuai dengan keahliannya dan Tubagus Soenmandjaja sebagai saksi. Tubagus pernah ditugaskan partai mengirim surat dan berdiskusi dengan Fahri soal pengunduran diri dari Wakil Ketua DPR.
Kemudian setelah rapat, BPDO mengirimkan surat panggilan persidangan kepada Fahri untuk hadir dalam persidangan pertama pada 19 Januari 2016.
Namun, pada 14 Januari 2016, Fahri mengirimkan surat yang menyatakan bahwa dia sedang menghadiri acara PUIC OIC di Baghdad Iraq, sehingga tidak dapat menghadiri persidangan Majelis Qadha pada 19 Januari 2016 dan mengajukan penjadwalan ulang setelah 27 Januari 2016.
Kemudian, Fahri juga meminta 4 orang saksi untuk dihadirkan dalam persidangan Majelis Qadha yakni Iskan Qolba Lubis, Jazuli Juwaini, Fadli Zon, dan Irman Putra Sidin.
Tapi, Sidang Majelis Qadha tetap diselenggarakan pada 19 Januari 2016. Keputusan Majelis Qadha adalah tetap menggelar persidangan meskipun tanpa kehadiran Fahri sebagai teradu. Kemudian menerima surat Fahri untuk pengajuan penjadwalan ulang persidangan dan memanggil kembali teradu untuk persidangan pada tanggal 28 Januari 2016.
Kemudian, Majelis Qadha menerima sebagian usulan Fahri yang mengajukan saksi yaitu Iskan Qolba Lubis dan Jazuli Juwaini dan menolak yang lain.
Pada 28 Januari 2016, Fahri akhirnya menghadiri sidang kedua Majelis Qadha. Dalam persidangan tersebut, dibacakan laporan hasil investigasi dan tuntutan terhadap Fahri atas dugaan pelanggaran disiplin organisasi partai.
Sidang pun berlanjut, pada 29 Januari 2016 pukul 08.00 WIB, Majelis Qadha memanggil dan meminta keterangan Iskan Qolba Lubis dan Jazuli Juwaini sebagai saksi yang diajukan oleh Fahri. Kedua saksi sudah memberikan keterangannya dalam persidangan tersebut dengan baik.
Setelah persidangan mendengarkan saksi-saksi, kata Sohibul, Majelis Qadha mengadakan rapat dan memutuskan bahwa Fahri Hamzah terbukti melakukan pelanggaran disiplin organisasi partai dengan kategori berat. Majelis juga mengabulkan tuntutan BPDO berupa pemberhentian keanggotan Fahri sebagai kader PKS dalam semua jenjang keanggotaan partai.
BPDO kemudian menindak lanjuti putusan Majelis Qadha tersebut. Namun dengan keputusan pemberhentian dari anggota partai, maka yang berhak memutuskan final dan mengikat adalah Majelis Tahkim. Oleh karena itu BPDO menyampaikan rekomendasi keputusan tersebut kepada Majelis Tahkim dengan nomor No.01/D/PDO/PKS1437 tertanggal 29 Januari 2016 dengan lampiran satu bundel berkas perkara.
Sidang Majelis Tahkim
Majelis Tahkim dalam AD/ART PKS yang disebut di atas adalah sebutan untuk Mahkamah Partai sebagaimana diatur dalam UU No.02 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Adapun pembentukan Majelis Tahkim dan keanggotaannya untuk periode kepengurusan 2015-2020 diputuskan pada rapat DPTP pada 28 Januari 2016.
Kemudian, kata Sohibul, pada 11 Februari 2016, Majelis Tahkim mengadakan rapat pertama dengan agenda memeriksa hasil rekomendasi BPDO, memeriksa alat bukti, membuat jadwal pemanggilan Fahri dan membuat jadwal mendengarkan keterangan saksi-saksi dan ahli.
Pada 15 Februari 2016 Majelis Tahkim meminta pendapat saksi ahli yakni Ustadz Hilmi Aminuddin di Lembang terkait kelaziman arahan seorang Ketua Majelis Syuro, baik lisan atau pun tulisan.
Majelis Tahkim juga meminta kesaksian dari KMS di kantor DPP PKS pada 18 Februari 2016 terkait arahan KMS kepada Fahri itu bersifat pribadi atau lembaga. Dalam kesempatan yang sama, Majelis Tahkim juga meminta keterangan dari Tubagus.
Pada 18 Februari 2016 Majelis Tahkim menyelenggarakan rapat yang memutuskan untuk memanggil Fahri untuk hadir dalam Sidang Majelis Tahkim 22 Februari 2016. Agar Fahri dapat melakukan klarifikasi terhadap masalah yang diadukan atau melakukan pembelaan diri atau perbaikan dan memberikan keterangan lain yang diperlukan. Karena itu setelah rapat, Majelis Tahkim mengirim surat kepada Fahri dengan No.04/D/MT-PKS/V/1437.
Pada Sabtu 20 Februari 2016 pukul 21.44 WIB Fahri menyampaikan pesan melalui WA kepada Ketua Majelis Tahkim Hidayat Nur Wahid (HNW) sebagai berikut:
"Syaikh, saya mendengar ada undangan dari antum. Sebetulnya saya terjadwal kembali Senin sore menjelang malam, sementara undangan antum Senin sore, saya berusaha dipercepat. Tapi jika boleh diundur di pekan yang sama, gak pa-pa, agar bisa mempersiapkan bahan dan lain-lain. Demikian, Jazakumulah Khairan. FH".
Pada saat itu, Fahri sedang mengunjungi muhibah ke Azerbaijan. Hidayat Nur Wahid pun menjawab: "Walaikumussalam. Akan saya sampaikan ke forum Majelis tentang kondisi dan usulan Antum ini. Wafii amanillah".
Selanjutnya, pada 22 Februari 2016, sidang pertama Majelis Tahkim digelar pukul 16.00 WIB. Namun Fahri tidak hadir dan tidak ada kabar. Padahal menurut berita di media, Fahri dan Pimpinan DPR lainnya sedang ada di Istana Negara bersama Presiden RI dan pertemuan tersebut sudah selesai sebelum pukul 15.00 WIB.
Pada 25 Februari 2016 Majelis Tahkim mengirimkan surat panggilan kepada Fahri untuk hadir dalam persidangan kedua yang akan diselenggarakan pada tanggal 25 Februari 2016.
Setelah sidang Majelis Tahkim ditutup, beberapa saat kemudian sekitar pukul 18.30 WIB datang utusan Fahri dengan membawa surat yang ditujukan kepada Ketua Majelis Tahkim PKS Hidayat Nur Wahid yang isinya:
"Saya menyampaikan permohonan maaf belum dapat menghadiri persidangan Majelis Tahkim hari ini (22-02-2016). Saya mohon agar dapat dijadwalkan ulang untuk menyiapkan bahan".
Sohibul mengatakan, dalam isi suratnya Fahri masih mempertanyakan legalitas pengesahan Majelis Tahkim sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Padahal Majelis Tahkim PKS dibentuk secara sah oleh DPTP PKS.
Pada 25 Februari 2016 sekitar pukul 18.00 WIB, Fahri mengirimkan surat kembali yang isinya menyampaikan bahwa dia tidak mau hadir dalam persidangan kedua Majelis Tahkim yang akan dilaksanakan pada pukul 20.00 WIB. Alasannya beberapa tuntutan Fahri tidak dipenuhi oleh Majelis Tahkim.
Pada rapat Majelis Tahkim 7 Maret 2016, Majelis Tahkim memanggil kembali Fahri untuk mengikuti sidang yang ketiga kalinya sebagai kesempatan terakhir untuk melakukan pembelaan.
Tapi pada 10 Maret 2016, Fahri mengirimkan surat yang isinya menolak untuk hadir. Meminta seluruh proses persidangan atas dirinya dihentikan dan bahkan mempertanyakan kembali legalitas Majelis Tahkim.
Majelis Tahkim pun menilai tuntutan Fahri tidak relavan dan berlebihan. Karena itu Majelis Tahkim tetap melanjutkan proses persidangan. Maka pada tanggal 11 Maret 2016, Majelis Tahkim bersidang untuk yang ketiga kalinya tanpa dihadiri oleh Fahri.
Ketidakhadiran Fahri dipandang oleh Majelis Tahkim bahwa dia tidak menghormati proses persidangan dengan sengaja tidak menggunakan hak pembelaannya.
Pada sidang ketiga Majelis Tahkim 11 Maret 2016, setelah menimbang dan memperhatikan berbagai hal maka Majelis Tahkim memutuskan melalui putusan No.02/PUT/MT-PKS/2016 menerima rekomendasi BPDO yaitu memberhentikan Fahri dari semua jenjang keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera.
Kemudian, pada 20 Maret 2016, Majelis Tahkim menyampaikan putusannya kepada DPTP PKS untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya, pada 23 Maret 2016, DPTP melimpahkan kepada DPP PKS untuk menindaklanjuti sebagaimana diatur dalam AD/ART PKS.
Advertisement