Liputan6.com, Jakarta - Majelis Tahkim Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan memecat Fahri Hamzah dari keanggotaan partai. Banyak pernyataan kontroversial yang diucapkan Fahri selama dia menjabat Wakil Ketua DPR. Namun, baru kali ini partai dakwah tersebut benar-benar marah pada Fahri.
Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan, sebenarnya dia sudah mewanti-wanti Fahri Hamzah agar bertindak sesuai keputusan partai. Terlebih Fahri menjabat sebagai Wakil Ketua DPR.
Baca Juga
Setelah memberikan arahan agar bertindak seusai kebijakan partai, kata Sohibul, Fahri mencatat dan menerima masukan tersebut. Ia juga berjanji beradaptasi dengan arahan-arahan itu. Namun entah mengapa Fahri kembali berbuat ulah dan tidak mengindahkan teguran partai.
Namun, Fahri Hamzah menyatakan bingung mengapa dipecat karena tidak pernah melakukan kesalahan di partai. "Saya tidak ada catatan di fraksi, tidak ada catatan struktur, yang ada adalah keinginan pribadi, lalu saya dikriminalisasi dan dianggap saya tidak disiplin dan dipecat," ujar Fahri Hamzah di DPR.
Berikut beberapa pernyataan kontroversial Fahri Hamzah:
Advertisement
"Rada-rada Bloon"
Pernyataan kontroversial Fahri terlontar saat dilibatkan dalam diskusi dengan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti soal tujuh proyek DPR.
Saat itu, Fahri menjawab kritik dari Ray dan menjawab latar belakang soal tujuh proyek tersebut. Lantas ia mengatakan dalam sistem demokrasi masih terdapat celah orang yang tidak cerdas untuk menduduki kursi parlemen.
Berikut adalah sepenggal pernyataan Fahri yang beredar videonya di YouTube:
"Orang dalam demokrasi itu tidak dipilih karena disukai oleh pimpinan negara atau ditunjuk oleh presiden, tapi dipilih oleh rakyatnya sendiri. Bukan karena dia cerdas, tapi rakyat suka dia, makanya kadang-kadang banyak orang juga datang ke DPR ini tidak cerdas, kadang-kadang mungkin kita bilang rada-rada bloon begitu," ucap Fahri kala itu.
Pernyataan Fahri itu langsung dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan oleh anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir. MKD pun langsung memanggil Fahri dan memberikan sanksi ringan.
Advertisement
Bela Setya Novanto
Sejak kasus 'Papa Minta Saham' bergulir, Fahri Hamzah getol membela Setya Novanto. Padahal, Fahri sudah diwanti-wanti PKS untuk tidak membela Politikus Golkar itu.
Saat itu, Fahri heran mendengar kabar bahwa terdapat rekaman percakapan antara pemimpin DPR berinisial SN dengan Direktur PT Freeport Indonesia.
"Saya belum dengar rekamannya, yang jelas saya kaget. Kok bisa ada perusahaan asing merekam pemimpin lembaga negara di Indonesia lalu dibocorkan menjadi opini publik, dan bekerja sama dengan seorang menteri untuk menggunakan data itu," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Selasa (17/11/2015).
Dia juga mempertanyakan, siapa sebetulnya yang merekam dan menyampaikan rekaman itu kepada Menteri ESDM.
"Saya tidak tahu apakah Pak Sudirman merekam langsung tapi kemudian setelah dia merekam dia umumkan ke publik dan dia bocorkan, saya tidak percaya kalau perusahaan asing melakukan hal itu, tidak masuk akal itu," tutur Fahri.
Namun Fahri menegaskan, meskipun telah beredar transkrip percakapan yang diduga dilakukan Ketua DPR dengan Direktur Freeport, hal itu tidak bisa dijadikan dasar pembenaran.
"Saya ingin mendengar rekamannya dan saya terus terang luar biasa, kok bisa ada operasi seperti ini," ujar Fahri.
Dia menyayangkan langkah Freeport yang membuka percakapan di ruang tertutup ini, kemudian menjadikan DPR sasaran tembak.
Anggota Dewan Berbeda dengan Buruh
Pernyataan kontroversi terbaru Fahri adalah terkait pernyataannya yang dinilai merendahkan kaum buruh, terkait komentarnya terhadap absensi anggota DPR pada 3 Juli 2015 lalu.
Dalam wawancara melalui salah satu media televisi nasional itu, Fahri mengomentari terkait banyaknya anggota Dewan yang tidak hadir dalam paripurna tersebut. Dalam komentarnya, dia mencontohkan absensi anggota Dewan dengan buruh.
"Teori kehadiran di parlemen berbeda dengan di pabrik. Kehadiran di parlemen adalah voting right, hadir untuk mengambil keputusan, bukan seperti buruh pabrik yang hadir untuk menerima gaji," ujar Fahri.
Seorang netizen bernama Nurhayati asal Tangerang, Banten, menulis pernyataan berisi protes dan membuat petisi untuk menggalang tandatangan para netizen atau kaum buruh hingga 5.000 tanda tangan.
Petisi tersebut mendesak Fahri meminta maaf dan mencabut pernyataan yang dianggap merendahkan kaum buruh itu. Saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu malam 4 Juli 2015, Fahri menyebut pernyataan dirinya terkait absensi anggota DPR berlaku umum. Tidak bermaksud mendiskreditkan salah satu pihak, apalagi buruh.
"Saya bicara teori absensi yang berlaku universal di seluruh dunia. Bahwa perhitungan absensi bagi politisi di parlemen, murid sekolah, pegawai negeri, buruh, dan pekerja itu beda dasarnya," ujar Fahri.
Menurut Fahri, absensi untuk anggota Dewan berbeda dengan absensi di lembaga lain yang dijadikan sebagai dasar penilaian suatu hal. "Saya jelaskan bahwa absensi untuk anggota kongres atau senator atau DPR adalah dikaitkan dengan voting right (hak dalam pemungutan suara dan pengambilan keputusan)."
"Bukan dasar pengkajian seperti yang terjadi pada kelompok buruh dan pekerja. Atau sebagai dasar kelulusan naik kelas seperti di sekolah. Itu poinnya," pungkas Fahri.
Namun, Fahri Hamzah enggan menanggapi terkait desakan agar mencabut pernyataan atau meminta maaf kepada buruh.
Advertisement
Sebut Jokowi 'Sinting' dan 'Bodoh'
Lewat akun Twitter pribadinya, @fahrihamzah, Kamis 27 Juni 2014, Fahri mengatakan, janji Jokowi bahwa 1 Muharam akan dijadikan sebagai Hari Santri Nasional jika terpilih menjadi presiden, tidak masuk akal. Hanya janji-janji kampanye.
"Jokowi janji 1 Muharam hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!" kicau Fahri.
Akibatnya, Fahri dilaporkan oleh tim kampanye Jokowi-JK ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kami mendesak Fahri agar meminta maaf secara terbuka," kata ketua tim advokasi, Mixil Munir, di kantor Bawaslu, Senin, 30 Juni 2014.
Mixil juga berharap agar Bawaslu segera memanggil Fahri untuk mengklarifikasi pernyataannya tersebut.
Namun, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS ini akhirnya buka mulut terkait alasan berkicau 'sinting' terhadap janji Jokowi itu. Menurut dia, ucapan tersebut ia lontarkan karena seringnya Jokowi mengumbar janji.
"Saat jadi Gubernur DKI selama kampanye ada hampir 100 janji. Selama kampanye Pilpres juga hampir 100," kata Fahri dalam pesan tertulisnya di Jakarta, Selasa 1 Juli 2014.
Anggota tim sukses pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2015 itu mengatakan, apa yang dia tulis dalam Twitter 27 Juni lalu, hanya sebagai pengingat untuk calon Presiden Jokowi.
"Iyalah. (Umbar janji) ini kan sudah sering diulang," tegas mantan anggota Komisi III DPR ini.
Pada Senin 1 September 2014, Fahri juga menyebut kata-kata 'bodoh' saat mengritik kebijakan Presiden Jokowi terkait pengurangan subsidi BBM. "Katanya ada revolusi mental. Coba bikin sesuatu hebat dong. Kalau cuma cabut subsidi itu mah bukan revolusi mental," ucap Fahri di Gedung DPR, Jakarta.
"Langkah bodoh itu cabut subsidi untuk rakyat. Dikira ada ilmu, ternyata nggak ada ilmu," imbuh Fahri yang menjelang Pilpres 9 Juli 2014 pernah men-tweet ucapan 'sinting' terhadap rencana Jokowi menetapkan hari santri nasional.
Fahri juga 'menyerang' Jusuf Kalla atau JK. Ia melihat bila terjadi kenaikan harga BBM, JK sulit membendung emosi masyarakat seperti yang pernah dilakukannya dulu, ketika masih jadi wapres di era pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Yang dilupakan JK, dia tidak mendesain kenaikan BBM ini. Waktu dia naikkan BBM, posisi dia itu sebagai wapres. Dia bisa memberikan kompensasi memadai, sehingga beban masyarakat tertanggulangi. Nggak ada yang protes. Sekarang dia nggak ikut desain, yang desain Pak SBY," jelas Fahri.
Membubarkan KPK
Fahri pernah mengusung wacana pembubaran lembaga KPK. Menurut dia, dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi tidak boleh ada lembaga yang sangat kuat atau superbody. Karena, lembaga itu berpotensi tak bisa diawasi.
Usulan itu disampaikan Fahri dalam rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan fraksi dengan lembaga penegak hukum seperti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan KPK di gedung Nusantara III, Jakarta, Senin 3 Oktober 2011.
Dalam kesempatan itu, Fahri juga meminta penjelasan kepada KPK terkait pemanggilan 4 pimpinan Badan Anggaran sekitar dua pekan sebelum rapat konsultasi oleh KPK.
"Saya cuma ingin menggarisbawahi, pemanggilan pimpinan Banggar itu sebagai pimpinan atau apa? Artinya KPK harus menjelaskan tujuan dan maksud pemanggilan itu," kata dia lagi.
Fahri menanyakan hal tersebut antara lain, karena KPK memanggil keempat pemimpin itu secara kolektif ke KPK. Selain itu, mengapa pula KPK tidak mengizinkan pimpinan Banggar hadir dalam pertemuan tersebut.
"Ini berarti mereka merupakan tersangka. KPK kadang suka membuat aturan sendiri, entah itu berdasar KUHAP atau apalah," kata dia.
Wacana Fahri pun menuai protes dari masyarakat luas. Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Ma'arif juga mengecam niat Fahri. Syafii mengatakan orang yang hendak membubarkan KPK adalah orang yang sedang oleng dan labil jiwanya.
Namun Fahri tak ingin berkomentar terlalu banyak terkait kecaman Buya tersebut. "Saya menghormati Pak Syafii. Tapi menurut saya, ya saya enggak enak menanggapinya," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2011.
Advertisement