Liputan6.com, Jakarta - Pesawat Batik Air dan Trans Nusa bertabrakan di Bandara Halim Perdanakusuma, Senin 4 April 2016 malam. Apakah insiden tersebut ada kaitannya dengan kelayakan fasilitas di Bandara Halim?
"Saya tidak bisa mengatakan seperti itu. Kesimpulan akan disampaikan KNKT. Kami sebagai operator di case seperti ini, lebih mengikuti SOP di mana kalau sudah ada kecelakaan, KNKT sebagai tim evaluer, tim klarifikasi memberikan suatu rekomendasi," ujar Direktur Utama (Dirut) Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi saat menyambangi SCTV Tower, Selasa (5/4/2016).
Dia mengatakan, nantinya, Angkasa Pura akan tunduk pada rekomendasi KNKT. Apakah ada yang harus diperbaiki atau diubah.
Baca Juga
Budi mengatakan, kecelakaan tersebut dilihat sebagai upaya koreksi diri dan memperbaiki kinerja masing-masing pihak. Oleh karena itu, kalau terjadi pembekuan, itu adalah suatu hukuman yang layak dilakukan dan dipikul bagi mereka yang tidak menuruti ketentuan-ketentuan.
"Jadi ground handling dan airlines harus menanggung itu karena ini satu layanan publik yang sangat membutuhkan security dan tidak ada tawar menawar kekurangan dari layanan tersebut," kata Budi.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo mengungkapkan insiden itu terjadi pada pukul 19.55 WIB, Senin 4 April 2016 malam. Saat itu, pesawat Batik Air jenis Boeing 737-800 tengah bersiap take off atau lepas landas.
"Tabrakan terjadi dengan pesawat Trans Nusa jenis ATR 42 seri 600 yang sedang towing menuju ke apron selatan," ungkap Suprasetyo saat memberikan keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa dini hari.
Akibat kecelakaan tersebut, pesawat Batik Air mengalami kerusakan di bagian ujung sayap sebelah kiri. Sementara pesawat ATR 42 seri 600, milik Trans Nusa patah pada bagian ujung sayap sebelah kiri dan ekor horizontal.
Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. Sebanyak 49 penumpang dan tujuh kru pesawat Batik Air Boeing 737-800 itu selamat.