Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) setelah upaya praperadilan ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lino menuding ‎ada upaya penyelundupan hukum yang dilakukan pada putusan sidang praperadilan kasus korupsi pengadaan 3 Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II, Januari lalu.
Pengacara RJ Lino, Maqdir Ismail, mengatakan penyelundupan hukum dapat dilihat pada amar putusan praperadilan kasus Pelindo II. Dalam putusan tersebut, kata Maqdir, terdapat pernyataan yang berbunyi 'penyelidik dapat melakukan pemeriksaan tersangka'.
"Undang-undang itu menyebut 'tersangka' ketika sudah sampai tahap penyidikan. Dalam UU KPK juga seperti itu. Inilah salah satu bentuk penyelundupan hukum dalam putusan praperadilan itu," kata Maqdir usai menjalani sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/4/2016).
Atas dasar itu pula Lino menempuh upaya PK atas putusan praperadilan kasus yang menjerat dirinya.
Baca Juga
Namun pendapat itu langsung dijawab Tim Biro Hukum KPK Nur Chusniah.
Dia mengatakan, pengajuan PK RJ Lino tidak tepat sasaran. Ia menilai permohonan PK seharusnya ditolak karena putusan praperadilan sudah bersifat inkracht dan tak ada penyelundupan hukum di dalamnya.
"Pemohon PK tidak memiliki dasar hukum sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2014 junto Pasal 263 ayat 2 huruf KUHAP. Pertimbangan hakim praperadilan dalam putusan Nomor 119/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel ini juga telah benar menurut undang-undang dan tidak ada penyelundupan hukum," ucap Nur Chusniah.
Lino mengajukan PK ke MA setelah hakim praperadilan PN Jakarta Selatan menolak seluruh permohonan yang diajukannya pada 26 Januari lalu.
Advertisement
Hakim menyatakan penetapan Lino sebagai tersangka oleh KPK telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Hakim PN Jakarta Selatan akan menilai apakah gugatan ini layak berlanjut ke MA atau tidak.
RJ Lino menjadi tersangka oleh KPK sejak pertengahan Desember 2015 karena diduga penunjukan langsung perusahaan pengadaan proyek QCC pada 2010.
RJ Lino dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.